Bacaini.ID, JAKARTA – Sinar matahari sore menerobos jendela kaca Gedung Kementerian Investasi di Jakarta. Di sebuah ruangan yang pekat dengan aroma kopi, Rosan Perkasa Roeslani duduk dengan tatapan tajam. Jari-jarinya mengetuk meja kayu jati dengan irama yang menegaskan keseriusannya.
Sebagai CEO Danantara, super holding BUMN yang baru dibentuk, pria berusia 56 tahun ini bukan sekadar berbicara, tapi mengultimatum.
“Kita enggak ada toleransi lagi tuh untuk yang macam-macam yang aneh-aneh,” ucapnya dengan nada tegas namun terkendali. Suaranya bergema di ruangan yang mendadak hening.
Sore itu, Selasa (29/7/2025), Rosan yang juga menjabat sebagai Menteri Investasi dan Hilirisasi, sedang membahas fenomena yang sudah menjadi rahasia umum di kalangan BUMN, yakni financial engineering, sebuah seni mempercantik laporan keuangan yang sebenarnya tak secantik kenyataannya.
“Ibaratnya buku dipercantik segala macam, enggak ada. Berikan sesuai dengan operasi yang ada dan apa adanya,” tegasnya sambil sesekali menyeruput kopi hitam yang mulai mendingin.
Dari Angka Menuju Kualitas
Rosan bukanlah orang baru dalam dunia bisnis. Sebelum menduduki kursi panas di Danantara, pria kelahiran Jakarta ini telah malang melintang di berbagai sektor bisnis dan diplomasi. Pengalamannya sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) dan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat memberinya perspektif yang tajam tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan dikelola.
“Jadi CEO itu tidak semata-mata hanya cari profitabilitas yang tinggi,” ujarnya sambil menatap ke luar jendela, memandang siluet gedung-gedung pencakar langit Jakarta yang mulai diterangi lampu.
“Tapi, kita tekankan carilah profitabilitas yang berkualitas, yang mencerminkan benar-benar dari performance yang ada,” tambahnya.
Wajahnya menunjukkan keseriusan saat menjelaskan bahwa era investor yang terkesima dengan trik-trik akuntansi sudah berakhir. “Sekarang era itu sudah tidak boleh lagi,” tegasnya.
Teknologi saat ini sudah mudah mendeteksi model-model laporan rekayasa seperti yang sering dilakukan.
Melampaui Horizon Lima Tahun
Jam di dinding menunjukkan pukul 5 sore ketika Rosan beralih ke topik lain yang tak kalah penting; visi jangka panjang. Dengan gestur tangan yang menekankan setiap kata, ia mengkritik kebiasaan para direksi BUMN yang hanya berpikir selama masa jabatan mereka.
“Semuanya ini pemikirannya hanya 2 tahun, 3 tahun, atau 4-5 tahun gitu. Enggak lagi, musti pemikirannya jangka panjang juga,” ujarnya dengan nada yang sedikit meninggi.
“Jangan terpacu karena kami di manajemen kan biasanya hanya 5 tahun gitu kan. Tapi musti pemikiran jangka panjang,” lanjutnya.
Saat matahari mulai tenggelam di ufuk barat Jakarta, pesan Rosan sudah jelas. Era baru BUMN telah dimulai. Era di mana transparansi, kualitas, dan keberlanjutan menjadi fondasi, bukan sekadar angka-angka cantik di atas kertas.
Di luar ruangan, langit Jakarta mulai gelap. Namun di dalam gedung Kementerian Investasi, cahaya baru untuk BUMN Indonesia baru saja dinyalakan oleh seorang pria yang bertekad mengubah wajah BUMN negeri ini.
Penulis : Danny Wibisono
Editor: Hari Tri Wasono