Bacaini.ID, KEDIRI – Kemerdekaan Indonesia “berhutang” pada wanita penghibur atau pelacur. Pekerja seks komersial (PSK) telah tercatat sejarah ikut berperan aktif dalam perjalanan Revolusi Indonesia.
Sebanyak 670 wanita penghibur terekam sejarah pernah direkrut Partai Nasionalis Indonesia (PNI) cabang Bandung untuk kemudian diberi tugas sebagai mata-mata untuk kepentingan republik.
Gagasan itu datang dari Soekarno atau Bung Karno. Para pelacur dianggap lebih mampu berkomunikasi intim dengan para polisi kolonial, mengorek informasi penting tanpa beresiko dicurigai.
Dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Bung Karno menyanjung pelacur sebagai mata-mata terbaik di dunia, sekaligus paling setia dan patuh.
Menurutnya hanya pelacur yang bisa melakoni tugas telik sandi dengan baik. Ia tidak yakin laki-laki anggota partai yang terhormat dan sopan sanggup mengerjakannya.
“Pelacur adalah mata-mata yang paling baik di dunia. Dalam keanggotaan PNI (Partai Nasional Indonesia) di Bandung, terdapat 670 orang perempuan yan berprofesi demikian dan mereka adalah anggota yang paling setia dan patuh,” kata Bung Karno.
Para pelacur juga menyediakan tempatnya sebagai tempat persembunyian paling aman untuk para pejuang sekaligus tempat penyelundupan senjata untuk perjuangan.
Merekrut pelacur sebagai bagian dari perjuangan revolusi Indonesia diketahui juga dilakukan Dr Moestopo, tokoh pertempuran 10 November 1945 Surabaya asal Ngadiluwih Kabupaten Kediri.
Pada masa Agresi Militer Belanda, Moestopo yang menjabat Penasehat Presiden Bidang Kemiliteran yang berkantor di Ibukota Yogyakarta mendirikan pasukan khusus yang diberi nama laskar Brigade Teratai.
Dalam buku Kusni Kasdut, Brigade Teratai disebutkan beranggotakan orang-orang dari dunia gelap: Pelacur, germo, garong, perampok dan pencuri.
Moestopo yang berkarakter tidak kenal kompromi meyakini kekuatan revolusi tidak terletak pada kelengkapan peralatan, melainkan kekuatan rakyat.
Di laskar Brigade Teratai itu, Kusni Kasdut yang kelak lebih dikenal sebagai perampok legendaris yang lolos dari penjara ke penjara, jadi Staf Pertempuran Ekonomi, departemen ekonomi.
Tugasnya adalah menghimpun dana untuk perjuangan revolusi Indonesia yang ia peroleh dari merampok orang-orang kaya, para saudagar yang pro kolonial Belanda.
Sementara saat merekrut 670 pelacur ke dalam PNI cabang Bandung, Bung Karno sempat mendapat protes keras dari tokoh PNI Ali Sastroamidjojo.
Namun nyatanya para pelacur itu berani mempertaruhkan hidup sekaligus terbukti mampu memberi sumbangan penting untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Sastrawan Pramoedya Ananta Toer mengisahkan sumbangsih penting kupu-kupu malam itu ke dalam novel kisah Larasati. Bagaimana sikap mereka terhadap Revolusi Indonesia.
“Biar aku kotor, perjuangan tidak aku kotori. Revolusi pun tidak! Negara pun tidak! Rakyat apalagi! Yang aku kotori hanya diriku sendiri”.
Penulis: Solichan Arif