Layanan penitipan barang merupakan salah satu bentuk pelayanan prima yang diberikan oleh Lapas terhadap keluarga dari narapidana sendiri untuk memenuhi hak narapidana sebagai implementasi Hak menerima atau menolak kunjungan keluarga sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan.
Pelaksanaan layanan penitipan barang ini dilaksanakan dengan tetap menerapkan prosedur pengawasan yang ketat, sebagai bentuk komitmen seluruh Lapas yang ada di Indonesia yaitu “Waspada Jangan-Jangan”. Regulasi aturan yang mendasari pelayanan penitipan barang ini telah diatur lebih lanjut dalam Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia republik Indonesia Nomor : PAS-36.OT.02.02 Tahun 2020 Tentang Standar Pelayanan Pemasyarakatan. Dalam aturan tersebut telah diatur dengan jelas bagaimana alur dalam proses layanan penitipan barang serta layanan kunjungan keluarga bagi tahanan, narapidana, dan anak binaan atau biasa disebut juga dengan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).
Alur pelaksanaan Layanan ini dimulai dengan Pengunjung (keluarga WBP) mendaftarkan diri ke petugas kunjungan di UPT. Kedua, pengunjung mengambil nomor antrian dan menunggu panggilan dari petugas. Ketiga, petugas mendata pada Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) kunjungan/penitipan data pengunjung dan yang dikunjungi. Keempat, barang bawaan dan badan pengunjung digeledah oleh petugas, untuk penggeledahan orang ini dilakukan apabila keluarga dari WBP akan bertemu dengan WBP. Kelima, pengunjung menyerahkan barang kepada petugas di ruang kunjungan penitipan barang yang telah disediakan. Seluruh layanan yang diberikan tanpa ada biaya/tarif sepeserpun (gratis). Ketika terjadi ketidaksesuaian dengan aturan yang berlaku, maka dapat dilaporkan atau membuat laporan pengaduan kepada Ombudsman sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan publik instansi pemerintah.
Berdasarkan alur layanan kunjungan bagian keempat, petugas pemasyarakatan memiliki hak untuk melakukan melakukan penggeledahan atas barang titipan yang dibawa keluarga WBP yang akan diserahkan kepada WBP. Namun penggeledahan barang bawaan ini kadang memunculkan problematika bagi keluarga WBP, yang baru pertama kali melakukan kegiatan layanan penitipan barang. Kebanyakan dari mereka beranggapan bahwa barang yang telah dibawa dari rumah dapat masuk ke dalam Lapas. Pada kenyataannya terdapat kualifikasi barang tertentu saja yang boleh masuk ke dalam Lapas. Selain itu, barang yang telah dinyatakan lolos boleh dibawa masuk akan diperiksa isi bagian dalam barang tersebut. Namun sebelum digeledah petugas pemasyarakatan juga selalu menanyakan kepada keluarga WBP “apakah barang titipannya bersedia untuk dibuka untuk digeledah dan dicek isinya ?”, dan apabila keluarga WBP telah mengizinkan maka baru akan dicek, dan jika tidak diizinkan maka tidak akan dilanjutkan proses penggeledahan oleh petugas pemasyarakatan dan barangnya tidak jadi dibawa masuk.
Seluruh rangkaian tersebut merupakan upaya penggeledahan yang dilakukan untuk mengecek barang titipan keluarga WBP, selanjutnya barang titipan tersebut akan dicek kembali dengan menggunakan alat X-Ray. Hal ini juga menjadi implementasi dari Permenkumham Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Pelayanan Publik Berbasis Hak Asasi Manusia.
Berdasarkan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kanwil Kemenkumham Jawa Timur, telah terjadi penggagalan proses penyelundupan barang terlarang yang akan masuk ke dalam Lapas/Rutan sebanyak 28 kali yang dilakukan oleh petugas Lapas dan Rutan. Hal ini disebabkan karena pengetatan penggeledahan lalu lintas barang dan orang di P2U, dilakukan Warsik (pengawasan dan pemeriksaan, serta adanya Tim Unit Intelijen Pemasyarakatan di setiap Lapas dan Rutan.
Penerapan seluruh rangkaian layanan penitipan barang sebelum masuk ke dalam lapas juga menjadi penerapan manajemen risiko dengan pendekatan risiko keamanan (security risk). Risiko keamanan disini berkaitan dengan segenap risiko yang dapat dikaitkan langsung dengan proses menjaga keamanan dan ketertiban Lapas dan Rutan. Dengan komitmen zero narkoba dalam lapas, diharapkan mampu dalam menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban di Lapas/Rutan. Sehingga proses pembinaan dapat berjalan dengan lancar, dan tujuan dari sistem pemasyarakatan dapat terwujud. Selain itu, seluruh petugas pelaksana layanan diharapkan memiliki pengetahuan, kompetensi, serta keahlian dalam memahami standar pelayanan pemasyarakatan. Hal ini diharapkan menjadi jaminan untuk dapat memberikan pelayanan prima dan kepuasan layanan yang tepat kepada pengguna jasa layanan pemasyarakatan.
Penulis : Ardi Faiz Alfianshah (Mahasiswa Politeknik Ilmu Pemasyarakatan)