Bacaini.id, TULUNGAGUNG – Generasi Z mungkin tidak familiar dengan permainan tradisional betengan. Tak dipungkiri, diera milenial ini game online lebih menjadi pilihan bagi anak-anak, sehingga salah satu permainan tradisional ini bisa dibilang nyaris punah.
Melihat kondisi ini, sejumlah pemuda yang tergabung dalam komunitas Tulungagung All Star’s mengadakan perlombaan permainan betengan. Salah satu tujuannya adalah untuk melestarikan salah satu permainan tradisional yang ada di Tulungagung.
Perlombaan permainan betengan di Lapangan Balung Kawuk, Desa Sumberejo, Kecamatan Ngunut, Tulungagung berlangsung meriah dengan sorak sorai penonton yang hadir. Dua tim yang ada di dalam arena lomba terlihat serius mempertahankan benteng masing-masing.
Mereka tidak akan membiarkan tim lawan untuk menyentuh benteng. Karena pemenang dalam permainan tradisional betengan ini adalah tim yang bisa menyentuh dan menguasai benteng lawan.
Ketua Pelaksana perlombaan, Ketua Pelaksana, Puji Ari Sasmiko mengatakan bahwa digelarnya kegiatan ini semata-mata menjadi upaya untuk melestarikan permainan yang saat ini hampir tidak pernah dimainkan lagi oleh anak-anak.
“Maka dari itu kami membuat perlombaan betengan ini sekaligus untuk memperkenalkan dan menghidupkan kembali permainan tradisional betengan,” kata Puji kepada Bacaini.id, disela kegiatan lomba, Jumat, 9 September 2022.
Puji menyebutkan, ada beberapa peraturan yang wajib diterapkan dalam permainan tradisional betengan. Pertama, setiap pertandingan harus ada dua tim, karena dalam permainan ini masing-masing tim memiliki benteng yang harus dijaga agar tidak dikuasai lawan.
Kemudian yang kedua, jika ada peserta yang berhasil disentuh oleh peserta tim lawan yang baru saja menyentuh benteng miliknya, maka peserta tersebut secara otomatis menjadi tawanan tim lawan. Aturan yang sama juga berlaku bagi peserta yang keluar garis dan melanggar aturan main.
“Terakhir, selama permainan berlangsung, peserta harus saling menyerang. Tidak boleh hanya berdiam diri di benteng,” imbuhnya.
Menurutnya, ukuran lapangan perlombaan betengan ini pada dasarnya sangat fleksibel. Sementara itu dalam perlombaan ini, pihak pelaksana menggunakan lapangan berukuran 20×10 meter. Selain itu, untuk menentukan kemenangan, panitia juga telah menyediakan satu wasit dan empat juri garis.
“Juri garis ini berfungsi untuk memantau siapa saja peserta yang telah tersentuh oleh lawan. Karena ketika ada peserta yang tersentuh, permainan akan dihentikan untuk sementara waktu. Kalau sudah clear dan terbukti tersentuh, permainan baru bisa lanjut lagi,” terangnya.
Disebutkannya, perlombaan betengan ini diikuti 14 tim yang masing-masing terdiri dari lima peserta. Menariknya, peserta tidak hanya berasal dari Tulungagung, ada juga peserta yang datang dari Kabupaten Kediri.
“Jadi sistemnya ada babak penyisihan hingga final dan untuk pemenangnya akan diambil tiga tim terbaik. Perlombaan betengan ini sudah berlangsung mulai tanggal 7 dan finalnya tanggal 10 September 2022,” terangnya.
Lebih lanjut, pria asal Kecamatan Kalidawir ini berharap adanya perlombaan permainan tradisional betengan bisa menjadi salah upaya pelestarian warisan budaya tak benda di Tulungagung.
“Bahkan lebih jauh lagi, kami berharap nantinya permainan tradisional ini bisa terus dimainkan oleh generasi selanjutnya,” pungkasnya.
Penulis: Setiawan
Editor: Novira