Bacaini.id, KEDIRI – Perayaan Natal dan Tahun Baru menjadi kesempatan mengais rejeki bagi pedagang kembang api. Di momen ini, deretan anak kecil mengantre memilih kembang api dan mercon untuk merayakan pergantian tahun.
“Tapi itu dulu, saat anak-anak masih suka beli kembang api. Sejak pandemi sehari belum tentu ada pembeli,” kata Boniyem, penjual kembang api di Jalan HOS Cokroaminoto, tepatnya di depan Pasar Pahing Kota Kediri, Selasa 28 Desember 2021.
Saat ini Boniyem sudah berusia 52 tahun. Sehari-hari nenek ini ditemani suaminya Sugeng yang lebih renta menjaga lapak kayu di pinggir jalan. Lapak berukuran 1,5 x 1 meter itu dibuat dari kayu dengan dinding seng. Untuk melindungi mereka dari terik matahari, ditambahkan selembar seng sebagai atap tambahan. Atap itu juga disangga kayu bekas.
Pasangan suami istri ini duduk di atas bangku kayu di samping lapak. Sementara deretan kembang api dan mercon bergantungan di bawah atap yang diikat rafia.
Siang itu matahari cukup terik memanggang jalanan Kota Kediri. Pasangan renta ini duduk memandang jalan, berharap ada satu dua orang yang datang. “Dari tadi duduk terus capek kakinya, wong sudah tua gini penyakitnya ada saja,” kata Boniyem sambil memijat kedua kakinya.
Ini adalah momentum Natal dan Tahun Baru paling sepi yang dialami Boniyem sejak berdagang kembang api empat tahun silam. Sebelum pandemi terjadi, seminggu sebelum Natal lapaknya sudah ramai pembeli.
Kini hal itu tak lagi terjadi. Jangankan membawa pulang uang, tak jarang Boniyem dan Sugeng hanya memandang jalan mulai pagi hingga malam.
Selain sepi pembeli, Boniyem dan Sugeng juga harus menjaga dagangannya agar tidak rusak saat diterpa hujan. Seluruh dagangan itu bukan miliknya, melainkan titipan dari seseorang yang diantar ke lapaknya. Dia hanya mendapat prosentase dari setiap kembang api yang dijual. “Kalau rusak ya rugi, terus nanti bingung lagi cari modal. Kadang rasanya ingin nangis kalau seperti ini,” ujarnya tersenyum pahit.
Di usianya yang sudah lanjut, Boniyem masih harus memenuhi kebutuhan hidup dan pendidikan anak terakhirnya yang duduk di bangku kelas 3 SMP. Namun terkadang anak lainnya yang sudah bekerja memberinya uang untuk menyambung makan.
Saat ini satu-satunya sumber penghidupannya adalah lapak miliknya. Hari-harinya berdiam di pinggir jalan, berharap ada anak kecil yang merengek meminta petasan.
Penulis: Novira Kharisma
Editor: Budi S
Tonton video: