Bacaini.id, MALANG – Wahyu Widianto, warga Jalan Bareng Tenes, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur meninggal dunia lantaran terlambat mendapat penanganan medis.
Sebelum meninggal, Wahyu yang dalam keadaan kritis, diketahui sempat ditolak petugas kesehatan rumah sakit dengan alasan bed perawatan penuh. Padahal pihak keluarga hanya ingin pasien ditangani secara kegawat daruratan.
Peristiwa kematian Wahyu Widianto lantaran diduga ditolak salah satu RS swasta terkenal di jalan Tangkuban Perahu, Kauman Kota Malang itu, sontak viral di media sosial (medsos).
Calvin, salah seorang warga menuturkan, korban dalam kondisi kritis. Lantaran kondisinya yang gawat itu, korban dilarikan ke rumah sakit terdekat di Jalan Tangkuban Perahu, dengan menggunakan becak.
Namun petugas RS menyatakan menolak menangani dengan alasan bed rumah sakit dalam keadaan penuh. Padahal keluarga hanya ingin meminta penanganan gawat darurat sementara saja.
”Tetep gak bisa, karena alasan bed penuh dan alatnya juga akhirnya gak ada. Disuruh cari rumah sakit lain saja,” tutur Calvin Selasa (12/3/2024).
Perdebatan sempat memanas. Pihak keluarga kemudian memutuskan membawa ke rumah sakit lain dengan meminjam mobil ambulans yang ada. Pihak juga kembali menyatakan menolak.
Untungnya pada saat genting itu ada ambulans milik relawan. Pasien langsung dilarikan ke RSSA Malang. “Namun sampai di sana, saat dicek pasien sudah meninggal dunia,” ungkapnya.
Jenazah Wahyu Widianto langsung dibawa pulang dan dimakamkan. Pihak keluarga menyayangkan sikap rumah sakit yang telah melakukan penolakan penanganan. Sebab akibatnya fatal.
Menanggapi hal itu anggota DPRD Kota Malang, Arif Wahyudi mengatakan rumah sakit harusnya bisa membantu penanganan awal hingga pasien bisa dirujuk ke RS lain.
”Tapi ini kan gak sama sekali, langsung menolak begitu saja. Gak diperiksa sama sekali dengan alasan bed penuh, padahal di lorong atau selasar kan bisa,” ujarnya.
Menurut Arif, rumah sakit jenis apapun tidak boleh menolak pasien. Hal itu telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua Atas Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, khususnya Pasal 36A ayat (2).
Aturan tersebut berkaitan dengan pelayanan gawat darurat oleh fasilitas kesehatan baik yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan maupun tidak. Mereka dilarang menolak pasien gawat darurat atau pun menarik biaya pelayanan kesehatan.
”Saya minta rumah sakit tidak melakukan itu lagi (menolak pasien kritis, red). Ini jadi pelajaran bersama,” tegasnya.
Penulis: A.Ulul
Editor: Solichan Arif