Bacaini.ID, KEDIRI – Sebuah video yang tentang promosi wisata candi Borobudur mengundang polemik di masyarakat. Pasalnya, video itu menyandingkan kegiatan umroh ke tanah suci yang dilakukan umat Islam dengan kunjungan ke Candi Borobudur.
Video itu menayangkan sejumlah anak muda perempuan mengenakan pakaian adat Nusantara tengah mempromosikan kunjungan ke Candi Borobudur. Secara bergantian mereka menyampaikan narasi berisi ajakan untuk mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang menjadi warisan leluhur.
Dalam salah satu narasinya, terdapat kalimat yang menyebut kata Umroh. Seperti diketahui umroh merupakan salah satu ibadah yang sering dilakukan oleh umat muslim dunia di tanah suci Mekkah.
Berikut kutipannya:
Kan kebudayaan kita gak kurang tanah suci. Leluhur kita sudah wariskan tanah suci. Biaya wisaya religi terjangkau. Orang-orang mah ke tanah sucinya kudu bayar puluhan juta. Kadang sampai antri. Kita mah modal sejuta udah bolak balik. Minimal umroh ke Pringgodani, Gunung Lawu, Candi Ceto, Candi Sukuh, Candi Borobudur. Tanah suci para leluhur.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah Amanah, Cholil Nafis, meminta agar pembuat video ditegur. Menurutnya konten tersebut tidak sepatutnya menyinggung kegiatan ibadah umat lain. Diketahui Candi Borobudur merupakan candi dengan banyak stupa yang didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi di masa pemerintahan wangsa Syailendra. Borobudur adalah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia, sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.
Dalam pernyataan yang diunggah di akun media sosialnya, Cholis Nafis mengatakan jika kegiatan beribadah merupakan hak masing-masing warga negara yang dilindungi undang-undang berdasarkan Pancasila.
“Ini kok istilahnya umrah ya, yang disuruh ngomong anak-anak. Mau wisata ke Borobudur atau ke sungai silahkan suka-suka. Tapi juga jangan nyenggol agama lain yang pulahan juta umrah maupun yang antri haji ya suka-suka aja. Toh kita menganut bebas menjalankan ajaran agama masing-masing. Dasarnya Pancasila,” tulis Cholis Nafis.
Penulis: Hari Tri Wasono