Bacaini.ID — Pada 18 Mei 1958 sebuah pesawat Bomber Tempur B-26 Invader, berhasil dirontokkan peluru Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) di sekitar kawasan Ambon, Maluku.
Tiga hari sebelumnya atau 15 Mei 1958, pesawat yang sama diketahui telah memuntahkan bom di pasar Kota Ambon dan menewaskan pengunjung pasar serta warga yang hendak beribadah ke gereja.
Berondongan amunisi tentara ALRI mengakibatkan roda kiri B-26 Invader lepas dengan beberapa bagian tubuh pesawat terbakar sebelum akhirnya nyungsep, jatuh.
Sebuah parasut warna putih melayang di udara. Rupanya pilot Bomber Tempur B-26 Invader itu berhasil melompat, meloloskan diri dari maut.
Parasut itu nyangkut di dahan pohon tinggi dan si pilot terjebak sesaat di sana sebelum kemudian berhasil lepas dan jatuh ke tanah. Akibat benturan keras itu pinggulnya patah.
Pilot Bomber Tempur B-26 Invader itu teridentifikasi bernama Allen Lawrence Poppe, berasal dari Miami Florida dan terungkap sebagai agen CIA (Central Intelligence Agency).
“Howard Jones mungkin tak tahu apa-apa soal ini, tetapi anak buah Frank Wisner memang aktif menyokong pemberontakan sejak 1957,” demikian dikutip dari buku Metode Jakarta, Amerika Serikat, Pembantaian 1965, dan Dunia Global Kita Sekarang (2022).
Howard Jones merupakan Duta Besar Amerika untuk Indonesia. Jones dan Wisner diketahui memiliki perbedaan pendekatan dalam melawan komunisme.
Di luar sepengetahuan Jones, diam-diam Frank Wisner diberi wewenang Dulles bersaudara membelanjakan 10 juta dolar AS untuk menyokong pemberontakan di Indonesia, PRRI/Permesta.
Untuk menghancurkan Indonesia atau merajangnya hingga berkeping-keping, pilot-pilot CIA diterbangkan dari Singapura, negara baru sekutu Amerika Serikat selama Perang Dingin.
Salah satunya adalah Allen Poppe yang kemudian ditangkap tentara Indonesia, namun masih dijauhkan dari kematian akibat amuk massa.
Operasi 1958 di Indonesia merupakan salah satu operasi terbesar CIA yang mengambil pola kesuksesan kudeta di Guatemala. Para jurnalis Harian Rakyat, surat kabar PKI sudah mencium hal itu 4 tahun sebelumnya.
Operasi CIA gagal, tentara Indonesia berhasil memadamkan pemberontakan PRRI/Permesta dan Presiden Soekarno mengungkapkan kekecewaanya, merasa telah dikhianati.
Bung Karno melukiskan rasa kecewanya dengan kata-kata yang begitu personal. “Aku mencintai Amerika, tetapi aku kekasih yang terluka,” kata Bung Karno seperti dikutip dari artikel The Possible Dream.
Howard Jones tidak menyukai apapun dari dampak operasi CIA yang gagal itu. Ia mengeritik para pembuat kebijakan Washington yang tidak tahu fakta, tidak memahami kedalaman situasi, dan hanya fokus pada soal komunisme.
“Inilah kelemahan mendasar orang-orang Amerika, melihat konflik secara hitam putih, sebuah warisan, tentu saja, dari leluhur kita kaum Puritan,” kata Howard Jones dalam The Possible Dream.
Ditegaskan bahwa Indonesia baru berpaling ke blok Komunis untuk mencari bantuan ekonomi dan pertahanan setelah kehabisan segala upaya untuk mendapatkan bantuan yang sama dari Amerika.
Namun faktanya, kegagalan menyokong pemberontakan PRRI/Permesta tidak membuat orang-orang CIA berhenti beroperasi mewujudkan misi menghancurkan Indonesia.
CIA kembali bergerak dengan mengenakan kedok Congres for Cultural Freedom (CCF), yang mendanai majalah sastra dan seni rupa di seluruh dunia. Termasuk mendistribusikan buku-buku Animal Farm George Orwell serta antologi anti komunis The God That Failed ke Indonesia.
Fasilitas CCF banyak dinikmati oleh sastrawan, penulis kelompok Manikebu (Manifesto Kebudayaan), rival Lekra.
CIA bahkan telah mendiskusikan untuk membunuh Bung Karno. Dalam Summary of Facts, Investigating CIA Involvement in Plans to Assassinate Foreign Leaders, 30 Mei 1975, menyebut CIA sudah menetapkan “aset” yang akan membunuh Soekarno.
Namun entah apa terjadi. Alih-alih menjalankan rencana pembunuhan, CIA malah menyewa aktor porno yang mirip Soekarno dan membuat film biru dengan tujuan merusak reputasi Bung Karno.
CIA mengumpulkan sejumlah kru film Hollywood. Para pembuat film, yakni Bing Crosby dan Larry Crosby menyewa aktor bertampang Hispanik sebagai pemeran Bung Karno, dan memolesnya agar tampak seperti orang Indonesia.
Untuk tujuan mempermalukan, si aktor dibuat botak karena selama ini Bung Karno selalu tampil berpeci. Rasa kagum rakyat Indonesia kepada kharisma presiden mereka, coba diruntuhkan.
CIA ingin menyebar desas-desus Bung Karno telah meniduri pramugari pirang cantik yang bekerja untuk KGB, agen rahasia Soviet. Namun ternyata film biru untuk menghancurkan reputasi Bung Karno itu, gagal dirilis.
“Bukan karena amoral atau idenya buruk, tetapi karena tim ini tidak sanggup melahirkan sebuah film yang meyakinkan,” demikian dikutip dari Metode Jakarta, Amerika Serikat, Pembantaian 1965, dan Dunia Global Kita Sekarang.
Penulis: Solichan Arif