Bacaini.id, TULUNGAGUNG – Tradisi wuku Wuye atau Wuyen, merupakan tradisi unik yang selalu digelar oleh para peternak sapi di Tulungagung. Dalam tradisi ini, peternak membuat ritual genduran untuk memperingati hari kelahiran sapi.
Wilayah Kecamatan Pagerwojo dan Sendang, Kabupaten Tulungagung merupakan sentral penghasil susu sapi perah kualitas unggul. Susu yang dihasilkan dari peternakan sapi perah bisa mencapai 60.000 liter per hari dengan total populasi sapi perah mencapai 25.000 ekor.
Tentu hal ini membuat, masyarakat di Kecamatan Pagerwojo dan Sendang, menjadikan sapi sebagai peliharaan yang sangat istimewa. Bahkan masyarakat di dua kecamatan tersebut selalu merayakan ritus kelahiran sapi.
Ritus peringatan hari kelahiran sapi digelas setiap tujuh bulan sekali, atau tepatnya pada wuku Wuye, sistem penanggalan masyarakat jawa, sebagai weton untuk sapi. Sampai-sampai, masyarakat menggunakan penanda tersebut untuk menghitung pergantian tahun.
“Jadi jika pada umumnya masyarakat menjadikan patokan penanggalan masehi, yakni satu tahun adalah 12 bulan, bagi sebagaian peternak sapi di Kecamatan Pagerwojo dan Sendang, satu tahun adalah 14 bulan,” ujar Suwarno, salah satu peternak sapi perah di Tulungagung kepada Bacaini.id, Sabtu, 15 Oktober 2022.
Meski sama-sama memperingati wuku Wuye, tetapi cara yang dilakukan juga berbeda. Masyarakat atau peternak sapi di Kecamatan Pagerwojo, memperingati wuku Wuye secara sederhana dengan melakukan genduren, berdoa bersama untuk kehidupan sapi-sapi mereka.
Menurut Suwarno, dalam peringatan ini, peternak yang memiliki hajat juga mempersiapkan sesaji atau ubo rampe berupa ambeng nasi lodho dengan ayam utuh, buceng kuat, jenang abang sengkolo dan gulo gimbal grising.
“Peringatan wuku Wuye kelahiran sapi di Kecamatan Pagerwojo, masih dilestarikan oleh peternak kalangan tua. Kalau peternak muda, sudah jarang,” imbuhnya.
Sementara peternak di Kecamatan Sendang memperingati wuku Wuye dengan menggelar Grebeng Wuyen. Mereka membuat tumpeng raksasa berisikan hasil bumi dan diarak mulai dari Candi Sekar hingga petilasan Mbah Bodho yang merupakan sesepuh di lingkar Sendang.
Anggota Pokdarwis Desa Sendang, Redi mengatakan, biasanya Grebeg Wuyen di Sendang digelar pada malam hari. Masyarakat juga memeriahkannya dengan pawai obor juga pagelaran seni budaya.
“Grebeng Wuyen di Kecamatan Sendang sudah menjadi pesta rakyat bagi seluruh masyarakat Tulungagung. Masyarakat dari berbagai daerah tumpah ruah menjadi satu ketika pelaksanaan Grebeng Wuyen atau kelahiran sapi,” jelas Redi,
Meski diperingati dengan yang berbeda, peternak sapi di dua kecamtan tersebut memiliki kesamaan dalam memaknai wuku Wuye yaitu sebagai bentuk rasa syukur atas limpahan rezeki dari Tuhan, khususnya di sektor usaha peternakan sapi perah.
“Selain itu, wuku Wuye juga menjadi media pengharapan bagi peternak sapi perah serta mempererat ikatan diantara peternak sapi perah,” pungkasnya.
Penulis: Setiawan
Editor: Novira