Suroto mengaku tidak tahu pasti dengan kisah penyerangan di hotel Sakura. Setahu dia hanya pelemparan mortir. “Itu hanya lemparan mortir. Hotel Sakura itu dulu berada di depan kantor Kodim 0808 Blitar,” terangnya.
Suroto meyakini peristiwa 14 Februari 1945 di Blitar bukanlah pemberontakan, melainkan latihan gabungan di Tuban.
Namun ia tidak memungkiri agenda latihan gabungan yang mendadak itu disinyalir upaya Jepang mengantisipasi rencana pemberontakan Supriyadi yang telah bocor.
“Setiap PETA di daerah diminta mengirimkan pasukan ke Tuban, termasuk PETA Blitar yang dipimpin Supriyadi,” katanya.
Sejarah mencatat, sebelum meletus peristiwa 14 Februari 1945 Syodanco Supriyadi sempat menemui Bung Karno sekaligus mengutarakan rencananya. Oleh Bung Karno rencana itu ditolak dengan perhitungan belum saatnya.
Menurut Suroto, dalam perjalanan menuju Tuban, tiba-tiba datang perintah dari Jepang kepada Supriyadi dan pasukan PETAnya untuk kembali ke Blitar. Di saat yang sama Supriyadi mendapat informasi dirinya akan ditangkap dan dibawa ke Jakarta.
Syodanco Supriyadi pun memutuskan melawan. Pasukan PETA tidak dibawa kembali barak melainkan langsung dibawanya ke kawasan hutan Maliran di wilayah Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar.
Supriyadi menyiapkan perang gerilya. “Sebab pendidikannya di Tangerang adalah soal perang gerilya,” tuturnya.
Pergerakan Supriyadi diketahui Jepang……