Pernikahan Edi Suliyanto dengan Husnia Mailifatin di Desa Pulogedang, Kecamatan Tembelang, Jombang berlangsung tak lazim. Demi mematuhi protokol kesehatan, tangan mempelai dipersatukan dengan tali rafia saat ijab kabul.
JOMBANG – Sabtu (25/7) pagi, suasana di rumah pasangan Gendut Suraji dan Nanik Khunainah tidak seperti biasa. Rumah sederhana di depan balai desa ini sedikit ramai. Sejumlah tetangga dan kerabat bergotong royong mempersiapkan acara pernikahan putrinya. Mereka mempersiapkan hidangan untuk menyambut kedatangan pengantin pria dari tetangga desanya. Meskipun resepsi pernikahan tidak tampak ada senyum dari seluruh warga, mereka tampak semangat mempersiapkannya. Senyum pengantin dan kerabatnya terhalang masker yang menempel di mulutnya.
Di depan rumah berdiri tenda dengan kursi berjajar rapi. Tak jauh dari tenda, sejumlah petugas dari Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 berdiri. Mereka berjaga di pos masing masing untuk menegakkan protokol kesehatan. Mulai menjaga tandon air buat cuci tangan, mengukur suhu tubuh, hingga menjaga jarak para tamu dengan memberi tanda silang setiap satu meter.
Sebelum rombongan pengiring datang, pengantin pria sudah mendahului ke rumah mempelai perempuan. Edi Suliyanto tiba bersama kerabat untuk melakukan ijab qobul. Seluruh rombongan dan peserta acara mengenakan masker dan penutup wajah. Termasuk petugas dari Kantor Urusan Agama yang hadir.
Seperti biasa, sebelum pembacaan ijab qobul, penghulu menjelaskan prosesi akad nikah yang akan dilakukan. Di sinilah keanehan terjadi. Penghulu tersebut mengeluarkan seutas tali rafia berukuran 40 cm, yang dipegang di kedua ujungnya oleh mempelai pria dan dirinya. Rupanya tali itu adalah pengganti salaman yang wajib dilakukan dalam proses ijab qobul.
Sehingga saat penghulu memberi kode kepada Edi untuk menjawab, dia cukup menarik tali rafia sebagai penanda. Cukup kreatif.
Jumlah pengunjung pun dibatasi dan harus berjarak. Meski sedikit canggung, pria asal Desa Tampingmojo Kecamatan Tembelang ini bisa menjalani ijab qobul dengan lancar. “Alhamdulillah tidak ada kendala, mungkin ini bisa diterapkan di daerah lain untuk bisa tetap mematuhi protokol kesehatan selama wabah corona untuk menggelar hajatan,” ujar Edi Suliyanto kepada Bacaini.
Edi mengaku tidak mengalami kesulitan selama pengurusan persyaratan sebelum pernikahan. Persyaratan administrasi bisa disiapkan sesuai dengan jadwal direncanakan. Usai ijab qobul mahar sebesar 250 ribu langsung diserahkan. Termasuk surat nikah keduanya juga langsung dipegang sebagai tanda pasangan suami istri.
H Abdul Kholik Makruf, penghulu pernikahan menjelaskan, penggunaan protokol kesehatan menjadi syarat wajib pelaksanaan pernikahan termasuk resepsi dan ijab qobul. Meski tidak ada syarat bebas covid melalui rapid test maupun swab bagi pengantin, mereka wajib menyertakan surat sehat dari rumah sakit atau puskesmas. “Belum ada ketenetuan rapid test hanya surat sehat sebagai salah satu syarat administrasi,” jelasnya.
Soal penggunaan tali rafia dalam akad tersebut, menurut Kholik tak mempengaruhi status sahnya pernikahan. Petugas hanya menghindari jabat tangan sesuai dengan pedoman pencegahan penyebaran covid.
Kepala Desa Pulogedang, Eko Ariyanto mengatakan pelaksanaan hajatan pernikahan harus memenuhi syarat khusus yang telah ditentukan Pemerintah Desa berdasarkan Peraturan Bupati (Perbub) Nomor 34 Tahun 2020. Protokol kesehatan yang dilakukan meliputi penyediaan alat pencuci tangan/ handsanitizer, pengukur suhu, daftar hadir, serta menyediakan masker bagi tamu undangan.
“Khusus untuk pengantin, orang tua, dan penghulu wajib mengenakan faceshield serta sarung tangan dan masker. Jumlah undangan kita batasi maksimal 50 orang,” jelasnya.
Ia menambahkan, sterilisasi lokasi juga diterapkan dengan cara penyemprotan cairan disinfektan di lokasi hajatan hingga tiga kali. Penyemprotan disinfektan dilakukan secara menyeluruh mulai dari lokasi petemuan hingga pelaminan pengantin. “Tidak ada undangan kertas hanya melalui undangan lisan,” pungkasnya. (PUL)