Bacaini.ID, KEDIRI – Suap atau gratifikasi jadi godaan terbesar aparat penegak hukum di Indonesia, khususnya kepolisian.
Hal itu diungkapkan Jenderal Hoegeng Iman Santoso saat menjabat kapolri seperti dikutip dari buku Hoegeng Polisi Idaman dan Kenyataan (1993).
Hoegeng pernah dirayu seorang perempuan cantik asal Makassar yang tengah terjerat kasus smokel atau penyelundupan.
Si cantik diketahui banyak memiliki relasi dan kolega di jajaran kepolisian, TNI dan kejaksaan agung.
Para relasi si cantik silih ganti menghadap Hoegeng meminta kasus untuk dideponir atau dihentikan tuntutan pidananya.
Alasannya karena si cantik selama ini punya rekam jejak banyak membantu.
“Ia sudah membantu banyak tokoh penegak hukum, antara lain juga dari kepolisian,” kata Hoegeng menirukan relasi si cantik dalam buku Hoegeng Polisi Idaman dan Kenyataan.
Hoegeng melihat banyak pejabat yang kaya raya lantaran tak tahan godaan suap atau gratifikasi.
Mereka berkilah kekayaan diperoleh dari persahabatan, pemberian cuma-cuma, sukarela dan sejenisnya.
Hoegeng merasa heran dengan alasan yang dikemukakan para relasi si cantik. Baginya itu kenyataan yang menyedihkan.
Ia memberi jawaban normatif kepada mereka yang kebetulan dikenalnya dengan baik.
Hoegeng menjawab akan mempelajari dulu sebelum memutuskan.
Pada hari berikutnya, di tengah penanganan kasus itu Jenderal Hoegeng tiba-tiba mendapat telepon Mery, istrinya.
Disampaikan ada tamu di rumah yang meninggalkan banyak hadiah dan juga alamat.
Hoegeng meminta istrinya tidak menyentuh hadiah-hadiah itu sebelum dirinya pulang ke rumah.
“Tunggu sampai saya pulang, saya kepingin tahu hadiah apa!”.
Si tamu meninggalkan hadiah dalam sebuah peti berukuran besar.
Begitu dibuka oleh Hoegeng, isinya peralatan mesin cuci listrik, alat-alat elektronik, bahan-bahan pakaian mahal dan banyak lagi.
Hoegeng menutup peti kembali. Ia kembalikan semua hadiah itu dengan mengirimkan ke alamat si pengirim.
Relasi si cantik kemudian menemuinya lagi untuk menjelaskan hadiah yang dikirim.
Ia mengatakan kepada Hoegeng hadiah itu bukan suap, tapi tanda kehormatan.
Hoegeng mengatakan dirinya tidak suka dengan cara-cara seperti itu. Apalagi hadiah datang dari orang yang sedang berperkara.
“Cara yang terbaik baginya menyatakan hormat pada saya ialah membantu saya menegakkan hukum dan bukan begini. Juga you, sebaiknya tidak ikut campur dalam soal ini!,” tegas Hoegeng.
Proses hukum si cantik terus menggelinding hingga ke pengadilan. Si cantik divonis hukuman penjara, setimpal dengan perbuatannya.
Hoegeng mengatakan dirinya tidak tahu apakah orang yang hidup lurus mesti kurus? Terutama pegawai negeri dan pejabat pemerintahan.
“Kita tidak tahu bagaimana orang hidup terus tapi jujur atau lurus terus,” kata Hoegeng.
Jenderal Hoegeng Iman Santoso merupakan Kepala Kepolisian Republik Indonesia ke-5 (1968-1971).
Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno pernah menjabat Direktur Jenderal Imigrasi (1961-1965) dan Sekretaris Kabinet pada tahun 1966.
Hoegeng tutup usia di Jakarta pada 14 Juli 2004 dan dimakamkan di Bogor Jawa Barat.
Penulis: Solichan Arif