Bacaini.id, JOMBANG – Di depan rumahnya, Samsiran tampak sibuk memasukan biji kopi yang sudah dikupas kulitnya ke puluhan drum. Drum yang berjajar rapi itu berisikan bahan produksi kopi bacem andalannya.
Disetiap drum yang tertata rapi itu juga tercantum tanggal dan bulan, sebagai tanda waktu. Pasalnya, setiap satu bulan sekali, satu persatu drum tersebut harus dibuka untuk mengetahui hasil dan aromanya.
Di gudang milik warga Desa Sambirejo, Kecamatan Wonosalam, Jombang itu ada sekitar 12 drum yang siap dipanen setiap bulannya. Tentu saja Samsiran sengaja menyimpannya, karena ini merupakan trobosan barunya dalam mengolah kopi asli Wonosalam.
Kopi-kopi tersebut sedang menjalani proses fermentasi, tetapi bukan fermentasi luwak yang sudah lumrah dilakukan oleh para produsen kopi. Dengan cara berbeda ini, Samsiran ingin membuat kopi dengan aroma dan cita rasa lokal.
“Biji kopi saya rendam di dalam drum berisi air madu dan kemudian didiamkan minimal selama tujuh bulan,” kata Samsiran kepada Bacaini.id, Senin, 19 September 2022.
Pria berusia 58 tahun itu mengaku ide tersebut muncul dari kebiasaan nenek moyangnya yang hidup diera jajahan Belanda. Pada saat itu, biji kopi direndam menggunakan cucian air beras di dalam gentong selama berbulan-bulan.
Tidak hanya memiliki rasa dan aroma yang khas, proses perendaman biji kopi dapat mengurangi kadar kafein pada kopi. Kebiasaan itulah yang ingin kembali dilestarikan oleh Samsiran.
“Biar generasi sekarang juga merasakan sensasi menikmati kopi yang berbeda ini,” imbuhnya.
Untuk proses produksi, dia menggunakan hasil panen biji kopi yang ditanam di kebun miliknya. Begitu juga dengan madu, Samsiran sendiri selama ini memang memiliki usaha budidaya tawon madu.
Setiap kali panen, Samsiran memang sengaja menyimpan dulu biji kopi di dalam gudang untuk diproduksi secara bertahap sekaligus dalam jumlah banyak. Proses produksi kopi yang disebut kopi bacem ini juga tidak sulit.
Pria yang merupakan pensiunan guru ini menjelaskan biji kopi dan madu ditimbang sesuai takaran. Kemudian kedua bahan itu dicampur dengan air di dalam drum. Selanjutnya diaduk sampai rata, ditutup rapat dan dibiarkan selama kurang lebih tujuh bulan.
Hasil fermentasi kopi bacem ini akan tampak berwarna kecoklatan dengan perpaduan aroma khas kopi dan juga madu. Setelah ditiriskan, kopi bacem ini kemudian dijemur di bawah terik matahari.
“Saat dijemur, aromanya saja sudah beda dengan kopi original. Apalagi saat diseduh, aroma kopi bacem ini lebih kuat daripada kopi biasa,” ujar Samsiran berpromosi.
Selain menawarkan kopi rendah kafein, rasa kopi exelsa dengan ciri khas asam berpadu dengan manisnya madu, kopi bacem buatan Samsiran langsung mendapat hati konsumen. Bahkan sejak pertama kali dipasarkan.
Sampai saat ini kopi bacem sudah menjangkau pasaran di sejumlah daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah hingga DKI Jakarta. Tidak heran jika setiap satu bulan, Samsiran mampu menghabiskan hampir setengah kwintal kopi bacem.
“Kalau harga memang lebih mahal sekitar lima kali lipat daei kopi biasa. Satu kilogram bisa dijual dengan harga Rp250.000, tergantung kemasannya,” pungkasnya.
Penulis: Syailendra
Editor: Novira