Bacaini.ID, KEDIRI – PT Kereta Api Indonesia (KAI) tengah melakukan penertiban aset di kawasan Stasiun Kediri. Warga melawan langkah tersebut dan mempertanyakan bukti kepemilikan tanah oleh PT KAI.
Nanang Haryono, tokoh masyarakat di sekitar Stasiun yang masuk wilayah Kelurahan Balowerti, Kecamatan Kota, Kediri mengatakan dirinya sudah tinggal di sana sejak lahir. Saat ini Nanang berusia 54 tahun. “Ini tumpah darah saya, tempat saya lahir dan hidup sampai sekarang,” katanya kepada Bacaini.ID, Jumat, 27 Juni 2025.
Sebanyak 24 kepala keluarga tinggal di kawasan Stasiun Kediri dan mencari nafkah dari beroperasinya stasiun tersebut. Mulai berjualan makanan, menarik becak, menjadi kuli angkut, hingga ojek konvensional.
Menurut Nanang, konflik kepemilikan lahan dengan PT KAI sudah berlangsung lama. Nanang sendiri memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dikeluarkan Pemerintah Kota Kediri tahun 1978. “Saya memiliki IMB,” katanya.
Karena tinggal di atas tanah dan bangunan sendiri, Nanang tidak pernah menandatangani kontrak sewa dengan PT KAI. Namun tidak dengan warga lainnya. Mereka dipungut uang sewa lahan yang nilainya ditetapkan oleh PT KAI.
Menurut Nanang, perhitungan yang digunakan PT KAI untuk mematok uang sewa adalah 6% x luas tanah x NJOP (nilai jual obyek pajak). Meski terhitung murah, namun Nanang berpendapat jika seharusnya perhitungannya adalah 3,3% x luas tanah x NJOP.
“Perhitungan yang dipakai PT KAI itu untuk sewa tanah dan bangunan. Padahal warga hanya menempati lahan saja, sedangkan bangunannya milik warga sendiri,” katanya.
Dalam konflik ini, Nanang mengaku berdiri secara obyektif berdasarkan ketentuan yang berlaku. Jika memang PT KAI memiliki bukti kepemilikan lahan atas rumah-rumah yang ditempati penduduk, ia tidak berkeberatan untuk melakukan kontrak. “Masalahnya PT KAI tidak pernah menunjukkan bukti kepemilikan itu kepada kami,” katanya.
Sementara itu Nowo Doso, Ketua Paguyuban Bocah Stasiun (BOSTA), organisasi yang beranggotakan warga sekitar Stasiun Kediri, mempertanyakan rencana penataan kawasan stasiun yang tidak melibatkan warga sekitar. Salah satunya adalah rencana alih fungsi jalan umum di sekitar stasiun menjadi lahan usaha PT KAI.
“Saya lahir di sini tahun 1983. Dulu itu akses warga. Pemeliharaan taman, pengaspalan, gorong-gorong dilakukan oleh Pemkot Kediri. Kenapa sekarang diklaim milik PT KAI,” katanya.
Menurutnya, perubahan fungsi jalan ini berdampak besar pada penghidupan warga sekitar, termasuk tukang becak, ojek, pedagang, dan jasa transportasi lainnya yang tergabung dalam Bosta.
Penjelasan PT KAI
Manajer Humas PT KAI Daop 7 Madiun, Rokhmad Makin Zainul, menegaskan bahwa seluruh kegiatan penataan dan pemanfaatan lahan di sekitar Stasiun Kediri dilakukan pada aset milik PT KAI, yang statusnya telah sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku.
“Kami memastikan bahwa seluruh kegiatan penataan berlangsung di dalam koridor aset PT KAI yang legal, dan telah melalui proses inventarisasi serta perizinan yang sesuai. Hal tersebut juga kami sampaikan pada kesempatan dengar pendapat dengan DPRD Kota Kediri pada Kamis (26/6/2025) yang dihadiri oleh Dinas terkait dan masyarakat sekitar,” tegas Zainul.
Zainul mengklaim jika Pemkot Kediri juga mengakui bahwa asset di wilayah stasiun bukanlah milik pemerintah kota. Batas kepemilikan asset pemerintah kota sampai di depan Monumen Lokomotif yang berada tepat di depan Stasiun Kediri.
Adapun penataan yang dilakukan oleh PT KAI meliputi:
- Pengaturan akses masuk ke stasiun, guna mempermudah mobilitas penumpang dan kendaraan yang masuk ke Stasiun Kediri.
- Perluasan dan penataan area parkir bagi pengguna kereta api, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan jumlah penumpang dari waktu ke waktu.
- Penambahan rambu dan elemen keselamatan di kawasan aset PT KAI, yang dilakukan sesuai standar operasional dan regulasi perkeretaapian.
- Penataan fasilitas pelayanan penumpang guna mempermudah dan dapat mengakomodir kebutuhan pelanggan secara menyeluruh
Soal bukti kepemilikan lahan yang dipertanyakan warga, Zainul menyebut jika alas hak dan batas-batas asset milik KAI berdasarkan kepemilikan SHGB Nomor 530 Tahun 2019 dan grondkaart serta sertifikat Nomor 7 Tahun 1996. Namun ia membuka kesempatan untuk bekerjasama dengan masyarakat berdasarkan tata kelola dan ketentuan PT KAI.
“KAI terbuka untuk kerjasama dengan masyarakat berdasarkan tata kelola serta ketentuan yang berlaku di KAI, khususnya terkait komersialaisasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan,” kata Zainul.
Penulis: Hari Tri Wasono