Untuk pertama kalinya Pemerintah Kota Kediri menggelar sekolah perempuan dengan tema kekerasan. Sebanyak 920 peserta mengikuti sekolah yang menghadirkan aktivis perempuan dan seksologi secara daring.
Peserta sekolah adalah perempuan yang tersebar di seluruh kelurahan dan mewakili berbagai profesi. Secara serentak mereka mengikuti materi pembelajaran yang disampaikan secara daring. Seperti Dewi Julianti, Nilam Sari, Vera Itabiliana, dan dr. Boyke.
“Ide untuk mengadakan sekolah perempuan ini berawal dari kegelisahan saya ketika melihat banyak sekali terjadi kekerasan terhadap perempuan. Sekolah ini berharap mampu berikan bekal pengetahuan kepada remaja putri Kota Kediri,” kata Ferry Silviana Abu Bakar, Ketua Tim Penggerak PKK Kota Kediri yang menggagas sekolah ini, Rabu 25 November 2020.
Menurut Ferry, perempuan menjadi lemah bila tak sadar tentang hak-hak mereka yang dijamin negara. Karena itu penting untuk bersama-sama belajar tentang hak perempuan, pengetahuan reproduksi, hingga wirausaha untuk memberi wawasan kepada mereka. “Selain memahami hak sebagai perempuan, juga mandiri secara ekonomi,” kata Ferry.
Dalam sekolah ini, tiap kelurahan menghadirkan 20 orang remaja putri usia 15-18 tahun sebagai peserta.
Dewi Julianti membawakan materi tentang membangun kesadaran perempuan, Nilam Sari membicarakan tentang wirausaha untuk mewujudkan kemandirian ekonomi, dr. Boyke menyampaikan tentang pentingnya kesehatan reproduksi, dan Vera Itabiliana tentang pengendalian emosi hingga tak mudah depresi.
Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar yang membuka sekolah secara virtual berkomitmen untuk membantu menjamin perlindungan hak perempuan di kotanya.
“Visi Kota Kediri tahun 2020-2024 adalah Kota Kediri Unggul dan Makmur dalam Harmoni. Dalam visi itu, di dalamnya terdapat 10 program unggulan. Salah satu program yaitu memberikan pendidikan gratis dan berkualitas,” katanya. (HTW)