Bacaini.id, KEDIRI – Insiden santri tutup telinga saat mendengarkan musik terus menjadi polemik. Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri meminta tak gampang memberi label radikal.
Kyai Oing Abdul Muid, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri mengatakan para santri yang menutup telinga saat mendengarkan musik memiliki alasan tertentu. Apalagi jika diketahui mereka sedang dalam proses menghafal Al Quran.
“Kalau sedang belajar atau menghafal kitab, tentu tidak boleh terganggu oleh suara apapun. Itu bisa memecah konsentrasi,” kata Gus Muid kepada Bacaini.id, Jumat 17 September 2021.
Gus Muid menambahkan, para santri yang sedang belajar di Pondok Pesantren Lirboyo juga tidak diperkenankan mendengarkan musik saat sedang belajar. Itu adalah ketentuan pondok untuk membantu santri menerima materi dan menghafal kitab.
Karena itu keliru jika kemudian ada yang menyebut mereka terpapar radikalisme atau tuduhan yang lain. Sebab pembatasan penggunaan peralatan elektronik di pondok sudah dilakukan hampir seluruh pesantren.
Gus Muid meminta masyarakat tidak asal memberi label radikal kepada siapapun. Apalagi hanya didasarkan pada peristiwa yang tidak diketahui sebab musababnya.
Hukum Mendengarkan Musik
Hukum mendengarkan musik bagi umat Islam ini seringkali menjadi bahasan dalam forum diskusi atau bahtsul masail. Salah satu pembahasan yang mengutip pendapat Imam Al-Ghazali menjelaskan jika hal itu menjadi perbedaan pendapat dari para ulama.
Seperti ditulis nu.or.id, Imam Al-Ghazali cenderung memperbolehkan mendengarkan musik, lagu, dan nyanyian. Menurutnya, pendapat yang menyebut aktivitas mendengar (nyanyian, bunyi, atau musik) itu haram’ mesti dipahami bahwa Allah akan menyiksa seseorang atas aktivitas tersebut.
Hukum seperti ini tidak bisa diketahui hanya berdasarkan aqli semata, tetapi harus berdasarkan naqli. Jalan mengetahui hukum-hukum syara‘ (agama), terbatas pada nash dan qiyas terhadap nash.
‘Nash’ adalah apa yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW melalui ucapan dan perbuatannya. Sementara ‘qiyas’ adalah pengertian secara analogis yang dipahami dari ucapan dan perbuatan Rasulullah itu sendiri.
Jika tidak ada satu pun nash dan argumentasi qiyas terhadap nash pada masalah mendengarkan nyanyian atau musik ini, maka batal pendapat yang mengaharamkannya. Artinya, mendengarkan nyanyian atau musik itu tetap sebagai aktivitas yang tidak bernilai dosa, sama halnya dengan aktivitas mubah yang lain. (HTW)
Tonton video: