Bacaini.ID, BLITAR – Wakil Wali Kota (Wawali) Blitar Elim Tyu Samba jalan bergegas. Langkahnya setengah tergesa sejak turun dari mobil dinas.
Menaiki tangga lantai 2 Pasar Legi Kota Blitar, langsung menuju Selasar Coffee. Jalannya dipercepat. Malam itu (27/10/2025) waktu sudah menunjukkan pukul 22.10 WIB.
Acara sarasehan Refleksi 97 Tahun Sumpah Pemuda sudah sampai di ujung. Acara yang mengusung tema Api Pemuda Blitar Raya Dibawa ke Mana?.
Baca Juga:
- 97 Tahun Sumpah Pemuda: Semaun Umur 21 Tahun Ketua Partai, Kamu?
- Profil Sudirman, Usia 30 Tahun Menjadi Panglima Besar
- Wali Kota Blitar Pilih Fokus Kerja, Ogah Ladeni Urusan Baperan
Berpenampilan kasual dengan busana motif batik dipadu celana gelap, Wawali Elim langsung menerobos masuk ke dalam ruangan.
Terlihat para aktivis LSM, aktivis organisasi mahasiswa ekstra kampus (ormek), BEM kampus dan ormas. Mereka duduk di sisi utara ruangan.
Tampak Ketua Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) Jaka Prasetya yang sedang menikmati kopi. Duduk di tengah-tengah para aktivis muda.
Kemudian sejumlah jurnalis dari PWI, IJTI dan mereka yang tergabung dalam organisasi perusahaan media SMSI. Oleh Elim, disalami satu-persatu.
Terlihat Ketua SMSI Blitar Raya Prawoto Sadewo dan Ketua KPU Kota Blitar Rangga Bisma Aditya. Kemudian juga Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin yang datang lebih awal.
Mas Ibin atau Mas Wali begitu biasa disapa mengenakan setelan putih-putih. Kemeja lengan panjang dipadu celana panjang warna senada.
Sementara Bupati Blitar Rijanto yang juga diundang, tidak hadir. Argo Wahyu Jati Kusumo, putranya juga tidak menginformasi kehadiran.

Diskusi refleksi 97 tahun sumpah pemuda dipantik oleh Moh Trijanto, aktivis Komisi Rakyat Pemberantasan Korupsi (KRPK) dan Muh Walid aktivis senior Blitar Raya.
Heni Indarriyanti, aktivis perempuan dan sekaligus dosen Unisba Blitar tampil sebagai moderator. Diskusi dibuka oleh Walid dengan pendekatan historis.
Ia cerita tentang sejarah umum sumpah pemuda. Tentang ikrar persatuan pemuda dan lagu Indonesia Raya pertama kali dikumandangkan.
Juga tentang pergerakan aktivis 98. Tentang Blitar dan para pemuda Blitar Raya yang memiliki tradisi diskusi yang kental.
Tradisi intelektual yang kata Walid sudah dirasakan sejak medio 80-an.
Tradisi yang membedakan pemuda Blitar dengan pemuda di daerah sekitarnya: Tulungagung, Trenggalek, dan Kediri.
“Sudah jadi tradisi. Kalau orang-orang Blitar pada kumpul, yang dibicarakan selalu politik,” tutur Walid. “Dan orang-orang Blitar terkenal kritis,” tambahnya.
Sementara Moh Trijanto lebih banyak bicara soal gerakan pemuda era kekinian. Utamanya kalangan milenial dan Gen Z.
Disinggung juga peristiwa demo kerusuhan pada 30 Agustus 2025. Munculnya fenomena pemuda gen Z yang digerakkan oleh media sosial. “Ini anomali,” kata Trijanto.
Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin juga menyampaikan pendapatnya. Diskusi semakin hangat ketika mulai berbicara tentang Kota Blitar.
Mas Wali diketahui merupakan mantan aktivis mahasiswa di salah satu kampus di Yogyakarta. Kiprahnya sebagai aktivis berlanjut di GP Ansor pusat.
Kehadiran tiba-tiba Wawali Blitar Elim Tyu Samba di tengah diskusi, cukup mengejutkan. Ia mengatakan tidak mendapat undangan. Ibarat tamu tak diundang.
Namun karena tema diskusi tentang refleksi 97 tahun sumpah pemuda, kata Elim dirinya harus datang. “Saya kan masih pemuda juga,” kata Elim disambut tawa.
Jelang tengah malam diskusi semakin panas, tambah dinamis. Berbagai pendapat, pemikiran, pertanyaan dari audien berlontaran silih berganti.
Panas sesuai dengan tema diskusi Api Pemuda Blitar Raya Dibawa ke Mana?. Meski demikian, semuanya berbasis argumen, bukan sentimen.
Moderator terpaksa mengakhiri diskusi lantaran malam semakin larut. Sarasehan harus ditutup dulu. Namun dipersilahkan melanjutkan diskusi lebih santai.
“Kalau para aktivis sudah berkumpul dan berdiskusi memang sulit dihentikan. Namun mohon maaf, waktu yang diberikan panitia sudah habis,” kata Heni.
Sarasehan Refleksi 97 Tahun Sumpah Pemuda diketahui digelar oleh Aksara Timur Insitute, sebuah lembaga kajian publik yang berhome base di Jakarta dan Surabaya.
Acara dipungkasi dengan foto bersama dan berlanjut dengan ngopi santai. Mujianto, Ketua PPI Kabupaten Blitar mengatakan acara diskusi seperti ini harus sering-sering digelar di Blitar Raya.
“Ini sebagai bentuk merawat tradisi intelektual di Blitar, terutama di kalangan para pemuda. Saya berharap bisa digelar lagi di momentum hari pahlawan,” katanya.
Penulis: Solichan Arif





