BACAINI.ID, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto meluncurkan gebrakan baru untuk memberdayakan ekonomi pedesaan melalui program Koperasi Desa Merah Putih. Program ambisius ini akan menyalurkan dana hingga Rp 5 miliar untuk setiap desa, dengan target implementasi di 70.000 desa se-Indonesia. Artinya total dana yang digelontorkan Rp 350 triliun.
“Program ini merupakan langkah strategis untuk memutus rantai distribusi yang selama ini merugikan petani dan konsumen,” ujar Presiden Prabowo dalam sambutannya saat mengumumkan program tersebut.
Menurut rencana, program ini akan diresmikan pada 12 Juli 2025, bertepatan dengan Hari Koperasi Nasional. Setiap koperasi desa akan dilengkapi dengan berbagai fasilitas modern, termasuk toko kebutuhan pokok, apotek desa, unit simpan pinjam, klinik desa, fasilitas penyimpanan berpendingin (cold storage), hingga pusat distribusi logistik.
“Ini bukan sekadar koperasi biasa,” tegas Koordinator Program. “Koperasi Desa Merah Putih akan menjadi pusat aktivitas ekonomi yang terintegrasi, mulai dari pengumpulan hasil pertanian hingga distribusi ke konsumen.”
Pendanaan program ini akan bersumber dari berbagai jalur, termasuk Dana Desa sebesar Rp 1 miliar per tahun, APBN, APBD, dan dukungan kredit dari bank-bank BUMN (Himbara). Skema pembayaran kembali direncanakan dalam periode 3-5 tahun.
Yang menarik, program ini juga akan mengintegrasikan 64.000 kelompok tani ke dalam sistem koperasi, menciptakan sinergi yang lebih kuat dalam sistem pertanian dan distribusi pangan di pedesaan.
“Koperasi Desa Merah Putih akan menjadi tulang punggung ekonomi desa,” tambah Koordinator Program. “Kami optimis program ini akan membawa perubahan signifikan bagi kesejahteraan masyarakat pedesaan di seluruh Indonesia.”
Program ini merupakan kolaborasi lintas kementerian, melibatkan Kementerian Koperasi, Kementerian Sosial, bank-bank BUMN, hingga kepolisian, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengimplementasikan program pemberdayaan ekonomi desa yang komprehensif.
“Target kami jelas,” tutup Koordinator Program, “Melalui Koperasi Desa Merah Putih, kami ingin menciptakan lapangan kerja baru, memberdayakan masyarakat desa, dan secara signifikan mengurangi kemiskinan ekstrem pada tahun 2025.”
Pada kesempatan lain Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan ketika ditanya awak media tentang sumber dana koperasi ini berasal mengingat saat ini banyak efisiensi anggaran, menyampaikan bahwa dana berasal dari dana desa yang sudah ada yang per tahun diterima Rp 1 miliar. Sedangkan Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi menyampaikan bahwa adanya koperasi ini agar dapat memutus mata rantai distribusi dari produsen ke konsumen yang merugikan keduanya. Pendekatan masih belum didetailkan tetapi bisa membentuk koperasi baru, merevitalisasi koperasi yang sudah ada.
Ketua Kelompok Studi Pengembangan dan Demokratisasi (KSPD) Totok Budi Hartono menanggapi program ini saat dihubungi Bacaini.ID menyampaikan bahwa pada pemerintaha Presiden Prabowo terlihat ingin memberdayakan dan menggerakkan perekonomian di tataran desa. Selain program koperasi ini, ada program Makan Bergizi Gratis yang diharapkan putaran perekonomian di desa menggeliat. Totok berharap, program ini dapat menggerakkan para petani di desa sehingga perlahan kita bisa menuju ke swasembada pangan, koperasi juga menyediakan kebutuhan yang rantai distribusi selama ini untuk supply chain seperti kebutuhan pokok (beras, gula, garam) dapat lebih efisien sehingga masyarakat mendapat harga jauh lebih murah selain untuk permodalan ultra mikro di pedesaan.
Namun, menurut Totok hal yang perlu diingat, jangan sampai sentralisasi perekonomian di desa ini tidak diiringi pengawasan yang ketat penggunaan dana desa yang dilakukan oleh Badan Pengawas Desa (BPD) untuk mengawasi kepala desa. Karena sudah bukan hal baru dan rahasia lagi, banyak aparat desa seperti kepala desa banyak terlibat kasus korupsi, penggelapan dan mesin politik kepala daerah. Sehingga koperasi ini jangan justru jadi mesin politik. Kepala Desa sudah terlalu sering di eksploitasi dan menjadi mesin politik setiap pemilu dan pilkada, sehingga fokusnya melayani masyarakat desa, bukan para politisi dan kepala daerahnya.
“Sistem perpolitikan kita menjadikan posisi kepala desa dan perangkat desa menjadi favorit dimata politisi pusat, daerah dan kepala daerah. Jangan nanti kebablasan menjadi raja kecil di desa. Pengalaman pahit kita kemarin saat otonomi daerah yang kebablasan menjadikan bupati menjadi raja kecil. Hal ini jangan sampai diikuti oleh kepala, desa. Pengawasan dan audit harus ketat”, ujar Totok
Penulis : Priska Pricilla
Editor : Hari Tri Wasono