Bacaini.id, JAKARTA – Indonesia secara resmi telah ditetapkan sebagai anggota tetap FATF (Financial Action Task Force) pada tahun lalu.
Menyusul itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan kebijakan ratifikasi berupa Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 14 Tahun 2024 Tahun 2024 tentang Penetapan Keanggotaan Indonesia pada FATF.
Keppres yang diteken pada 5 April 2024 itu menjadi momen penting bahwa Indonesia telah diterima di kelompok organisasi internasional yang mendukung pemberantasan dan pencegahan pencucian uang.
Hal itu dapat meningkatkan perspektif positif atau kepercayaan dunia internasional pada sistem keuangan Indonesia. Selain itu juga akan mempengaruhi iklim investasi dalam negeri.
Penanaman investasi asing juga agar meningkat lantaran adanya kepercayaan terhadap transparansi dan sistem keuangan Indonesia pada semua sektor.
Penetapan keanggotaan FATF ini tidak terlepas dari kerja keras Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Kerjasama yang ada diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam pemberantasan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) yang terkait dengan aksi terorisme, perdagangan narkotika, perdagangan orang, Trade Based Money Laundering (TBML) dan pidana korupsi.
Setelah terbitnya Keppres diharapkan aparat penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Otoritas Jasa Keuangan dan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) akan lebih mudah menelusuri pencucian uang di dalam maupun luar negeri dengan melakukan kerjasama internasional.
PPTAK merilis data pada tahun 2022 terdapat ribuan transaksi keuangan mencurigakan dengan nilai mencapai Rp183,8 triliun. Kemudian merujuk hasil laporan Indonesia National Risk Assessment (NRA) on Money Laundering 2021, menempatkan DKI Jakarta sebagai provinsi paling rawan kasus pencucian uang di Indonesia.
Profesi paling rawan terhadap tindakan pencucian uang dalam laporan tersebut sesuai urutan tertinggi adalah anggota legislatif, karyawan BUMN/BUMD, pengusaha, karyawan swasta, ASN, professional/konsultan, TNI/POLRI serta karyawan bank. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membuat laporan Indonesia National Risk Assessment on Money Laundering 2021 pada Januari 2023 lalu. Laporan itu salah satunya berisi data tentang profesi yang rawan terlibat pencucian uang di Indonesia.
Penulis: Danny K Wibisono