Nganjuk, kota yang dikenal sebagai Kota Angin, pernah diguncang kisah kelam yang tak mudah dilupakan. Di balik kesejukan udaranya, tersimpan tragedi yang menguak sisi gelap manusia. Kisah tentang cinta, cemburu, dan kematian yang datang dalam diam.
Bacaini.ID, NGANJUK – Mujianto adalah pria sederhana. Seorang pembantu rumah tangga asal Desa Jatikapur, Kediri, yang bekerja di Nganjuk. Ia bukan pembunuh bertopeng kekerasan, melainkan pelaku pembunuhan berantai yang menggunakan racun sebagai senjata sunyi.
Pria lulusan sekolah dasar ini hidup dalam bayang-bayang cinta yang rumit. Ia mengaku memiliki hubungan asmara dengan seorang guru SMP bernama Joko Supriyanto, yang tak lain majikannya sendiri.
Namun, cinta itu tak berjalan mulus. Menurut pengakuan Mujianto, Joko juga menjalin kedekatan dengan pria-pria lain. Cemburu pun tumbuh, bukan sebagai bara kecil, melainkan api yang membakar nalar.
Dalam pengakuannya kepada polisi, Mujianto menyebut bahwa ia merasa dikhianati. Ia tak bisa menerima kenyataan bahwa orang yang ia cintai berbagi perhatian dengan orang lain. Maka, ia mulai merancang pembalasan. Bukan dengan amarah terbuka, melainkan dengan racun tikus merek Temix yang ia campurkan ke dalam minuman dan makanan.
Mujianto mengajak para korban berkencan, mengelilingi kota, dan membangun suasana akrab. Di tengah momen santai itu, ia menyuguhkan minuman yang telah dicampur racun. Setelah korban tak berdaya, ia mengambil barang-barang berharga seperti dompet dan ponsel, lalu meninggalkan jasad mereka di tempat sepi, toilet umum, pinggir jalan, atau sudut gelap yang tak terjamah.
Dari pengakuannya, Mujianto mengklaim telah meracuni 15 orang sepanjang 2011 hingga awal 2012. Polisi memverifikasi 6 kasus, dengan 4 korban tewas dan 2 selamat. Beberapa korban sempat mendapat pertolongan medis dan selamat, namun trauma yang mereka alami tak mudah hilang.\
baca selanjutnya di hal. 2