Bacaini.ID, TULUNGAGUNG – Pemerintah Kabupaten Tulungagung Jawa Timur menginginkan pusaka tombak Kiai Upas terdaftar sebagai benda cagar budaya.
Usulan menjadi benda cagar budaya telah dilakukan dan pengukuran dimensi tombak Kiai Upas oleh tim ahli cagar budaya telah dimulai.
Pengukuran yang dilakukan untuk mencocokan dengan data yang dimiliki keraton Yogyakarta.
“Mudah-mudahan dimensi tombak (Kiai Upas) bisa dicocokan dengan arsip keraton Jogja,” ujar Plt Kepala Dinas Pariwisata Johanes Bagus Kuncoro kepada wartawan.
Penelitian tombak Kiai Upas untuk pencocokan bukan hanya terkait pengukuran dimensi pusaka. Tapi juga menyangkut pamor, tangguh dan riwayat pusaka.
Mitos Kiai Upas
Pemkab Tulungagung meyakini tombak Kiai Upas merupakan hadiah Sultan Hamengkubuwono IV.
Diberikan kepada menantu Sultan Hamengkubuwono II dan dibawa ke Kadipaten Ngrowo, nama lama Tulungagung.
Pada masa itu Kadipaten Ngrowo di bawah kekuasaan Mataram (Keraton Yogyakarta).
Asal-usul tombak Kiai Upas diselimuti mitos. Sebagian orang mempercayai berasal dari potongan lidah seekor naga bernama Baruklinthing.
Naga yang lahir dari kutukan. Lidah yang terpotong akibat kelicikan itu kemudian menjelma sebilah mata tombak.
Versi lain menyebut pusaka tombak Baruklinthing yang di Tulungagung bernama Kiai Upas merupakan senjata andalan Ki Wanabaya yang juga dikenal sebagai Ki Ageng Mangir.
Ki Ageng Mangir merupakan pemberontak Mataram Islam pada masa kekuasaan Panembahan Senopati, Sultan Mataram pertama.
Panembahan Senopati memakai umpan Pambayun, putrinya untuk menumpas Ki Ageng Mangir. Mangir tewas setelah kepalanya dibenturkan batu gilang.
Johanes Bagus Kuncoro mengatakan arsip keraton Yogyakarta akan menyebutkan ukuran, pamor dan kepada siapa pusaka Kiai Upas diberikan.
“Data di Jogja akan menunjukkan itu,” terangnya.
Penulis: Solichan Arif