Bacaini.ID-JAKARTA. Presiden Prabowo Subianto akan meresmikan Danantara Indonesia pada 7 November 2024. Peluncuran ini seyogyanya dilakukan pada 8 November 2024, namun dipercepat sehari oleh Presiden Prabowo Subianto karena adanya agenda kunjungan luar negeri.
Danantara dirancang untuk mengelola investasi di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan diharapkan berfungsi mirip dengan Temasek Holdings di Singapura. Badan ini akan mengkonsolidasikan aset pemerintah untuk pengelolaan yang lebih terintegrasi. Hingga saat ini total aset BUMN yang akan dikelola Danantara senilai USD 600 miliar atau dengan kurs dollar Rp 15.819,36 setara dengan Rp 9.492,00. triliun (Rp 9,492 kuadriliun).
Perusahaan BUMN yang akan dikelola dan diambil alih oleh Dantara Indonesia ini diantaranya Bank Mandiri, Bank BRI, PLN, Pertamina, BNI, Telkom Indonesia, MIND.ID dan INA (Indonesia Investment Authority).
Kepemimpinan: Presiden Prabowo menunjuk Muliaman Darmansyah Hadad, mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia dan Duta Besar Swiss sebagai kepala Danantara, dengan Kaharuddin Djenod Daeng Manyambeang sebagai wakil kepala.
Kerangka Hukum: Pembentukan Danantara memerlukan perubahan peraturan, termasuk revisi terhadap Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengingat banyak peraturan yang harus disesuaikan dengan struktur baru perusahaan BUMN.
Operasional: Danantara akan beroperasi sebagai dana kekayaan negara (sovereign wealth fund) dan diharapkan dapat menarik investasi asing yang signifikan. Badan ini akan beroperasi berbeda dari Kementerian BUMN. Kemungkinan Kementerian BUMN akan mengelola operasional BUMN lain selain yang dibawah langsung Danantara.
Aset: Diproyeksikan mengelola aset yang lebih besar dari Indonesia Investment Authority (INA) yang didirikan pada 2020. Diproyeksikan Danantara akan mengelola aset senilai USD 600 miliar (sekitar Rp 9,43 kuadriliun atau Rp 9.360 triliun)
Model pengoperasian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah Kementerian BUMN dan pengoperasian dibawah Danantara Indonesia adalah sebagai berikut:
– Kementerian BUMN: Kementerian ini tetap berfungsi sebagai regulator dan pengawas utama bagi semua BUMN di Indonesia. Tugas utamanya adalah mengawasi, mengatur, dan memastikan bahwa BUMN beroperasi sesuai dengan kebijakan pemerintah dan mencapai tujuan strategis nasional.
– Danantara Indonesia: Dirancang sebagai superholding, Danantara akan mengelola investasi dan aset pemerintah yang terkait dengan BUMN. Namun, peran Danantara lebih berfokus pada pengelolaan aset dan investasi untuk mengoptimalkan nilai ekonomi dari BUMN tersebut, bukan sebagai pengawas operasional sehari-hari.
– Hubungan Operasional: Meskipun Danantara akan mengelola aset dan investasi, operasional sehari-hari BUMN tetap berada di bawah pengawasan Kementerian BUMN. Danantara akan bekerja sama dengan Kementerian BUMN untuk memastikan bahwa investasi dan aset dikelola secara efektif dan efisien. Apakah Kementerian BUMN akan mengelola perusahaan BUMN diluar yang dikelola Danantara Indonesia atau yang profit kecil?
Mengenai siapa yang ditunjuk sebagai direksi dan komisaris Danantara Indonesia kita tunggu pengumuman besok oleh Presiden Prabowo Subianto. Yang jelas ini bagian dari strategi dan program Astacita pemerintahan Presiden Prabowo dalam melakukan transformasi dan restrukturisasi BUMN. Saat berita ini ditulis sempat beredar banyak yang kontra dengan pembentukan superholding ini hingga terdengar rumor penundaan rencana peresmian pada 7 November 2024 karena perlu persiapan lebih matang penyesuaian peraturan perundang-undangan termasuk perlunya melakukan revisi undang-undang terkait BUMN dan regulasi dari Kementerian Keuangan .
Namun, menurut keterangan Kepala BP Danantara Muliaman Hadad rencana peresmian Danantara pada 7 November 2024 di Gedung Danantara Jl Suroso nanti akan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto.
Dosen perdagangan international Andre Ardi dari Universitas Prof. Dr. Moestopo menyampaikan dengan adanya super holding ini menjadikan perusahaan-perusahaan BUMN menjadi lebih professional dan tidak menjadi “alat politik” atau “sapi perahan” para partisan, yang pada akhirnya memberikan pemasukan ke negara untuk rakyat lebih besar dan mengurangi terjadinya kebocoran pendapatan negara dari usaha milik negara serta memberikan kepercayaan kepada investor, karena mayoritas BUMN besar ini IPO semua.
Kedelapan perusahaan BUMN tersebut yang paling menarik dan harus dicermati adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI), satu-satunya Bank yang tidak hanya bersifat komersial tetapi juga menjadi Holding Ultra Mikro (UMi) bersama PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Perlu diketahui bahwa konsep perbankan BRI hampir sama dengan Bank Mandiri dan bank umum lainnya, namun berbeda dengan tugas PT Pegadaian dan PT PNM (khusus Pembiayaan Ultra Mikro). Keduanya sebagai lembaga pembiayaan yang tidak hanya sifatnya komersial tetapi juga pemberdayaan masyarakat dalam rangka mengurangi angka kemiskinan sehingga standar parameter oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) antara BRI, Pegadaian dan PNM sangat berbeda.
Fungsi Pegadaian dan PNM (memiliki program Mekaar dan Ulamm) lebih fokus membantu menaikkan perekonomian rakyat miskin dimana jika menginginkan proses pembiayaan tidak dapat disamakan dengan nasabah perbankan yang harus memenuhi persyaratan credit point dan memenuhi ketentuan dari SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan) dari OJK. Nasabah Mekaar mayoritas keluarga pra-sejahtera. Perlu diketahui, seperti pernah disampaikan oleh mantan Presiden Jokowi, PNM telah menggelontorkan kredit ultra mikro sebesar Rp 244 triliun kepada mayoritas keluarga pra sejahtera yang totalnya mencapai 20 juta keluarga. Jumlah yang fantastis melebih kredit ultra mikro untuk orang miskin Grameen Bank (Bank for the Poor) yang mendapat Nobel Perdamaian pada 2006 karena telah menyalurkan kredit kepada 6 juta keluarga di Bangladesh.
Hal ini harus menjadi pertimbangan bahwa manajemen dan pengelolaan PNM dan Pegadaian tidak dapat disamakan dengan BRI, karena keduanya bukan lembaga perbankan apalagi metode kerja kredit ultra mikro Mekaar dari PNM berbentuk kelompok yang saling membantu jika salah satu anggota kelompok macet membayar, bukan kredit perseorangan seperti KUR dari BRI atau Pinjol (Pinjaman Online). Andre Ardi menyebutkan bahwa sebaiknya Pegadaian dan PNM ini dipisahkan kembali dari BRI, agar tujuan rencana program Presiden Prabowo dalam mengurangi kemiskinan, pemberdayaan masyarakat kurang mampu lebih cepat terealisasi. “Jika terbentur aturan perbankan, rakyat miskin ini jarang sekali dapat memenuhi persyaratan pinjaman modal perbankan”, menurut Andre Ardi.
Penulis: Danny Wibisono
Editor : Hari Tri Wasono