Bacaini.ID, JOMBANG – Ribuan karya intelektual di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang ternyata masih belum banyak yang tercatat dan memiliki Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Karya intelektual itu diketahui meliputi karya fisik bangunan maupun karya non fisik berupa kreatifitas dan inovasi.
Ponpes Tebuireng berupaya mengoptimalkan keberadaan klinik Kekayaan Intelektual yang baru diresmikan di Ponpes Tebuireng.
KH Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin, Pengasuh Tebuireng Jombang mengakui di era modern dan tehnologi perlu adanya pencatatan Hak Kekayaan Intelektual.
Apalagi Tebuireng yang berdiri sejak tahun 1899 sudah banyak menelurkan berbagai ragam kekayaan intelektual.
“Kami harap dapat menginspirasi lembaga pendidikan lain untuk lebih aktif dalam mendaftarkan kekayaan intelektualnya, sekaligus mendorong kolaborasi untuk memajukan inovasi dan pelestarian budaya,” ujar Gus Kikin di Pesantren Tebuireng, Selasa petang (21/1/2025)
Dulu, para pendahulu Tebuireng, kata Gus Kikin memang tidak mencatatkan karena memang jiwa sosial dan keihlasan mereka yang tinggi.
Sehingga ribuan karya baik buku kecerdasan dan kreatifitas semua dianggap bagian dari sedekah keilmuan.
Kanwil Kementerian Hukum Jatim Haris Sukamto mengakui pesantren selama ini menjadi epinsentrum karya dan inovasi, namun belum banyak yang tercatat HKI.
Untuk itu, pihaknya merasa berkewajiban untuk mencatat semua karya yang tumbuh dan berkembang di lingkungan pesantren.
Salah satu strateginya dengan membangun Klinik Kekayaan Intelektual di Pesantren Tebuireng, Jombang dan itu pertama kalinya di Indonesia.
“Kami ingin mengoptimalkan pencatatan kekayaan intelektual di pesantren yang selama ini masih relatif rendah,” ujar Haris Sukamto.
Menurut Haris, keberadaan Klinik Kekayaan Intelektual akan mendukung percepatan perlindungan kekayaan intelektual di lingkungan pesantren.
Klinik ini akan berfungsi sebagai pusat layanan dan konsultasi khusus untuk menangani pendaftaran dan perlindungan produk-produk kreatif dari pesantren, baik berupa hak cipta, merek dagang, paten, maupun indikasi geografis.
“Kami yakin, Klinik KI ini dapat menjadi katalisator bagi pengembangan ekonomi berbasis pesantren, sekaligus menjadi model bagi pesantren lainnya di Indonesia,” tegasnya.
Haris juga mengatakan, kehadiran Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual bentuk nyata dukungan dari pemerintah pusat terhadap penguatan peran pesantren dalam pembangunan ekonomi nasional.
Yaitu memperkuat kolaborasi, menggali inovasi, dan menyelaraskan visi dalam memajukan kekayaan intelektual sebagai salah satu pilar pembangunan nasional.
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Razilu menjelaskan, aset tidak berwujud seperti Hak Kekayaan Intelektual (HKI) memiliki nilai ekonomi yang signifikan, setara dengan aset berwujud.
HKI memiliki manfaat besar terkait dengan insentif bagi para pencipta, perlindungan konsumen dari produk palsu, hingga pelestarian budaya.
“HKI adalah hak eksklusif yang diberikan negara kepada pemegang hak. Perlindungan ini mendorong inovasi, kreativitas, serta pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.
Sesuai data yang ada, permohonan KI dari Jawa Timur diketahui terus meningkat, namun kontribusi dari Pondok Pesantren kurang signifikan.
Pada 2024, Pesantren Tebuireng mencatatkan 42 permohonan hak cipta, jumlah itu merupakan separuh dari total permohonan kekayaan intelektual dari seluruh pesantren di Jawa Timur.
“Hal ini menunjukkan tingginya kesadaran pentingnya perlindungan kekayaan intelektual di Pesantren Tebuireng, sehingga bisa dijadikan role model bagi pesantren lain,” pungkasnya.
Penulis: Syailendra
Editor: Solichan Arif