Bacaini.id, KEDIRI – Satuan Reserse Kriminal Polres Kediri meringkus 9 preman pemalak sopir truk. Aksi ini merupakan tindak lanjut instruksi Kapolri melalui Kapolda Jawa Timur untuk memberantas pelaku pungutan liar di seluruh daerah.
Sembilan preman pelaku pemalakan terhadap sopir truk ini diamankan dari beberapa tempat. Tujuh preman ditangkap di wilayah Kecamatan Kepung, sedangkan dua lainnya dirungkus di Kecamatan Plosoklaten.
Kasat Reskrim Polres Kediri Iptu Rizika Atmadha mengatakan para preman ini rata-rata menarik uang dari para sopir truk senilai Rp 5 – 20 ribu per orang. Hal ini membuat para sopir resah karena tak bisa menolak permintaan mereka.
“Mereka kami tangkap saat sedang meminta uang kepada sopir truk,” kata Rizika kepada media, Rabu 16 Juni 2021.
Polisi menjerat mereka dengan pasal 49 ayat 1 Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ketentraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat, juncto pasal 17 ayat 1 Perda Jatim dengan ancaman hukuman tiga bulan penjara.
Munculnya Premanisme
Preman merupakan istilah untuk menyebut individu yang melakukan perampokan atau pemerasan. Bhakti Eko Nugroho, pengajar Departemen Kriminilogi Universitas Indonesia dalam tulisannya yang dimuat kompas.com (baca: Apa Yang Membuat Seseorang Menjadi Preman) menyebut, terminologi preman pada awalnya cenderung bias kelas. Karena hanya digunakan dalam melabel perbuatan bramacorah (penjahat berulang) kelas bawah atau maling-maling kecil yang biasa melakukan aksi kejahatannya di jalanan.
Bhakti mengatakan motivasi seseorang untuk bergabung dalam kelompok preman umumnya didasari dengan pertimbangan rasional. Tujuan utamanya adalah pemenuhan kebutuhan ekonomi.
Penanganan premanisme ini, menurut Bhakti, tak bisa difahami setengah-setengah. Sebab kekeliruan dalam melihat akar persoalan premanisme akan menimbulkan bencana yang lebih besar dibanding premanisme itu sendiri.
Pemerintah Indonesia di masa lalu diduga pernah menerapkan kebijakan yang keliru dalam mengatasi premanisme. Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) pada 2012 merilis laporan atas insiden penembakan misterius (Petrus) yang dilakukan institusi keamanan terhadap orang-orang dengan ciri-ciri preman.
Jumlah korban meninggal akibat penembakan yang berlangsung pada rentang waktu 1982-1985 adalah 167 orang. Negara tidak boleh kalah dengan preman. Namun negara tidak boleh pula merespons premanisme dengan cara-cara preman. (HTW)
Tonton video: