Bacaini.id, KEDIRI – Pj Wali Kota Kediri Zanariah memberikan arahan dalam FGD Likuiditas Dana Pihak Ketiga bersama OJK, KPwBI, dan Pimpinan Perbankan. Diskusi di Ruang Kilisuci Balai Kota Kediri ini membahas pengelolaan keuangan di masyarakat.
“Saat ini di Indonesia bahkan Kota Kediri sedang dihadapkan pada kondisi ekonomi yang berbeda bahkan sebelum pandemi. Salah satunya fenomena masyarakat makan dari tabungan dan gaji untuk bayar cicilan,” ujar Zanariah pada acara hari ini, Kamis, 21 Desember 2023.
Zanariah menjelaskan berdasarkan hasil survei konsumen Bank Indonesia ada kemerosotan saving to income ratio masyarakat dari 15,7 persen pada Oktober menjadi 15,4 persen di bulan November. Sebaliknya proporsi pendapatan konsumen untuk membayar cicilan atau utang alias debt income ratio naik.
Pada bulan November jumlah gaji orang Indonesia yang dipakai untuk membayar cicilan ada pada angka 9,3 persen. Angka ini meningkat dari bulan Oktober yang hanya kisaran 8,8 persen. Kondisi ini berimbas pada likuiditas dana pihak ketiga (DPK) akan mengakibatkan pertumbuhan penyaluran kredit yang pada akhirnya rasio likuiditas juga akan meningkat.
Dari konsep di atas secara tidak langsung mengatakan bahwa pengelolaan DPK yang baik dengan memprioritaskan alat likuid sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya akan mempengaruhi tingkat likuiditas.
Peningkatan modal juga diikuti dengan pertumbuhan nilai Capital Adequacy Ratio (CAR) sebagai alat untuk mengukur kecukupan modal dalam menjalankan operasionalnya termasuk untuk mengetahui tingkat kesehatan bank.
Pj Wali Kota Kediri Zanariah mengungkapkan setelah dicermati kondisi konsumsi masyarakat yang tinggi hingga menggerus tabungan bisa dipengaruhi efek pasca pandemi. Apabila saat pandemi masyarakat cenderung menahan diri untuk spending, dan lebih memilih saving.
Masyarakat utamanya kelas menengah dan atas jadi berani spending a lot of money untuk berbelanja, berlibur, nonton konser, hingga investasi saham. Istilahnya setelah tertahan sekian lama masyatakat bisa memuaskan keinginannya. Lalu sekarang gaya hidup juga sudah berubah dipengaruhi dinamisnya tren baru muncul dan masyarakat mengejar ingin menjadi yang pertama.
Sekarang akses pinjaman juga semakin dipermudah dan membuat masyarakat santai membeli apapun. Kondisi ini di satu sisi menyumbang pertumbuhan ekonomi, tetapi juga cukup mencemaskan dan harus segera diantisipasi.
“Pada fenomena kelas menengah bawah dan bawah menurut ekonom lambatnya pertumbuhan ekonomi, minimnya lapangan pekerjaan, naiknya harga pangan, dan meningginya kebutuhan menjadi faktor penyebab tergerusnya tabungan masyarakat. Jangan sampai kondisi ini berlarut-larut dan menyebabkan kondisi ekonomi masyarakat terpuruk. Terlebih belum ada stimulus yang mencover kelompok kelas menengah hingga menengah bawah sehingga mereka rentan masuk ke kelas bawah,” paparnya.
Menurut Zanariah, salah satu langkah yang harus diambil tentunya jalur edukasi pada masyarakat tentang pentingnya menabung. Literasi keuangan pribadi penting untuk selalu diingatkan kepada masyarakat. Hal ini guna mengajak masyarakat bijak dalam mengelola keuangan, memiliki pos-pos simpanan yang tertata, bahkan menyiapkan dana darurat.
Untuk masyarakat kelas bawah Pemkot Kediri akan tetap memberi stimulus berupa bantuan agar kesejahteraan masyarakat terangkat. Selain itu jajaran TPID juga perlu menjaga inflasi tetap stabil sehingga daya beli masyarakat tidak menurun.
“Kalau di Jakarta kami ajak satuan pendidikan untuk menabung. Ada surat dari Kemendagri. Saya ingin di Kota Kediri didorong juga seperti itu anak-anak diajak untuk gemar menabung,” pungkasnya.**