KEDIRI – Batik ditetapkan sebagai Warisan Indonesia dan merupakan budaya tak benda yang ditetapkan oleh UNESCO tanggal 2 Oktober 2009. Untuk itu, tepat hari ini Jumat (2/10), diperingati sebagai hari batik nasional. Pemerintah Kota Kediri pun turut serta memperingati hari batik nasional.
Pada peringatan tahun ini, Walikota Kediri Abdullah Abu Bakar didampingi Ketua Dekranasda Kota Kediri Ferry Silviana Abu Bakar berkunjung ke salah satu gerai batik milik Nunung Wiwin Ariyanti, owner Numansa Batik yang ada di Kelurahan Dermo. Disana, Walikota Kediri bersama Ketua Dekranasda Kota Kediri melihat anak-anak yang belajar mencanting mengikuti pola di masker.
Selain itu, Walikota Kediri dan Ketua Dekranasda Kota Kediri juga melihat produk-produk batik custom, batik tulis dan batik cap yang dipajang. Diantara berbagai corak batik, ada beberapa yang menarik perhatian Ketua Dekranasda Kota Kediri Ferry Silviana Abu Bakar, salah satunya corak batik cap yang proses pembuatannya langsung menggunakan daun asli. Dalam kunjungan tersebut, Walikota Kediri dan Ketua Dekranasda Kota Kediri juga memberikan cinderamata untuk anak-anak agar semakin termotivasi untuk berkreasi.
Ditemui usai kegiatan, Ketua Dekranasda Kota Kediri Ferry Silviana Abu Bakar mengajak masyarakat Kota Kediri untuk lebih mengenal batik lokal asli Kota Kediri. “Di hari batik nasional mari kita peringati dengan berbelanja batik asli dari wilayah kita sendiri, yaitu wilayah Kota Kediri, karena dengan membeli batik yang asli yang benar-benar di gambar bukan printing kita mendukung karya mereka, ada nilai ada value di dalam sana,” jelasnya.
Ditambahkan pula, perkembangan batik di Kota Kediri terus bertambah. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Kediri ada 30 merk batik yang tersebar di seluruh kelurahan. Diantaranya di Dermo, Mrican, Dandangan, Rejomulyo dan lain-lain. Selain itu Ketua Dekranasda Kota Kediri berharap ke depan akan ada regenerasi dari kaum muda yang menekuni batik. “Kediri khasnya itu dengan batik-batik yang motifnya ringan, enteng, bukan yang njlimet seperti Solo dan Jogja. Kita mengapresiasi batik mereka, karena motif-motif yang ada dari lingkungan kita. Untuk regenerasi, ini Mbak Nunung sendiri dia memanfaatkan mayoritas ibu-ibu, belum ada yang muda-muda. Harapan saya nanti anak turunnya nanti mau lah mengikuti jejak orang tuanya,” ujarnya.
Sementara itu Plt Kepala Disperdagin Kota Kediri, Nur Muhyar menuturkan, pada peringatan hari batik nasional sebelum pandemi, para pengrajin berkreasi dengan membagi-bagi souvenir di simpang-simpang jalan, atau mencanting bersama di taman. Namun karena pandemi saat ini, hal-hal tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan.
“Jadi sebagai penanda hari batik nasional, Bapak Walikota dan Ketua Dekranasda Kota Kediri berkenan untuk mengunjungi salah satu pelaku usaha batik. Kegiatan ini dilakukan untuk lebih menekankan kecintaan pada batik sejak dini,” ungkapnya.
Nur Muhyar juga menyampaikan berbagai upaya yang telah dilakukan Pemerintah Kota Kediri untuk para pelaku usaha batik di Kota Kediri diantaranya mendorong pengrajin batik sejak sepuluh tahun terakhir dengan Perwali nomer 15 tahun 2016 yaitu setiap hari selasa harus berbatik.
“Kita juga pernah memagangkan para pelaku batik ke Jogja selama seminggu untuk meningkatkan kapasitas produksi mereka. Kita juga fasilitasi batik mark untuk pelaku batik sebagai penanda itu merupakan batik asli Indonesia, batik nusantara dari Kemenperin. Dan saat ini jumlah pengrajin ada 30, tapi untuk sentra berada di Kelurahan Dermo dan Dandangan. Dengan peminat yang terus meningkat bahkan sampai luar kota,” tandasnya.
Nur Muhyar berharap, di hari batik nasional ini para pelaku batik lebih inovatif dan mengeksplorasi motif-motif yang menampilkan kerifan lokal. “Banyak banget potensi yang mungkin perlu diangkat lagi. Misalkan tentang sejarah panji, kemudian potensi lokal yang lain seperti Goa Selomangleng. Ada motif kuda lumping, motif gethuk pisang, motif tahu, motif topeng panji sudah muncul itu kita harapkan lebih kreatif lagi menampilkan motif-motif baru supaya customer tidak bosan, jadi tetap ada dinamikanya,” urainya.
Dalam kesempatan yang sama, owner Numansa Batik Kediri Nunung Wiwin Ariyanti menceritakan awal mulanya menekuni batik dan produk yang menjadi unggulannya sekarang. “Untuk batik sendiri mulai 2014 saya belajar sampai saat ini dan masyarakat juga semakin banyak gregetnya untuk belajar batik. Seperti di sekitar Dermo sendiri banyak masyarakat yang ingin belajar membatik. Numansa batik memproduksi produk unggulan yaitu batik custom jadi batik yang terpola. Kita ukur pola badan customer, baru nanti kita buat polanya, lalu kita desainkan motifnya sesuai dengan keinginan customer. Setelah itu baru ke proses selanjutnya. Saya mulai terinspirasi membuat batik custom itu sejak mendapat kesempatan dari Bank Indonesia untuk sekolah desain di Susan Budihardjo lalu semenjak itu saya menerapkan sistem batik custom mulai tahun 2015-2016,” jelasnya.
Nunung juga menanggapi adanya covid-19 yang berdampak pada seluruh sektor usaha, tidak terkecuali pelaku usaha batik. “Dampak Covid pada penjualan tetep menurun tapi tidak banyak, kisaran penurunannya sebesar 40%. Motif yang paling digemari saat ini ya masih Kuda Lumping. Kalau motif baru jadi target kami setiap bulan harus mengeluarkan 5-10 motif baru. Untuk produksinya sendiri kita masih punya tenaga 10 orang jadi kisaran 75 potong batik per bulan. Harga mulai 150 -400, kalau yang custom ada yang 500-800 hingga 1 juta lebih. Kalau masker alhamdulillah Numansa masih kebagian projek jahit dari pemkot. Untuk masker itu inovasi sendiri, kita kumpulkan anak-anak dan sesuai dengan selera anak-anak motifnya. Untuk yang 3 lapis harganya 15.000 yang 1 lapis 8000,” terangnya.
Pada peringatan hari batik ini, Nunung menerapkan konsep membuat masker khusus untuk anak-anak dan mengajarkan mereka mencanting. Menurut Nunung, mengajarkan mencanting pada anak-anak memang membutuhkan kesabaran dan pendekatan khusus agar anak-anak bisa mengikuti prosesnya dengan senang hati. “Memang butuh ketlatenan, mereka dari nol tidak tau apa-apa. Cara menggambarnya, teknik memegang canting. Mereka bisa langsung mencoba, pertama pakai kertas dulu bukan kain. Lalu baru coba di kain. Saya bebaskan ke anak-anak mereka maunya apa, ada doraemon ada bunga juga. Kita ajari dari awal hingga akhir barang itu jadi. Medianya di kain kaos yang disiapkan dari Disperdagin, yang dijadikan untuk masker. Alhamdulillah anak-anak sangat senang, mereka kepingin juga kalau luang main kesini belajar batik,” pungkasnya.
Ainun salah satu anak yang mengikuti kegiatan belajar mencanting mengutarakan rasa senangnya dan berharap bisa membuat motif batik sendiri. “Kemarin baru belajar membatik di kertas, dan hari ini sudah bikin pola gambar bunga di kain dan langsung nyanting. Senang, tapi susah karena mbleber. Ikut belajar nyanting karena pengen bisa membuat batik sendiri nanti kalau sudah besar,” ungkapnya.(ADV)