Bacaini.ID, JAKARTA – Otoritas keuangan mengingatkan pelaku usaha biro perjalanan haji, umroh dan wisata untuk tidak memasang tarif dalam mata uang asing, khususnya Dollar Amerika (USD), dalam iklan maupun brosur mereka. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
“Penggunaan mata uang asing dalam transaksi domestik merupakan pelanggaran hukum yang dapat dikenakan sanksi pidana kurungan hingga satu tahun dan denda maksimal Rp200 juta,” kata pengamat hukum perbankan Indah Kusuma Wardhani dari Universitas Borobudur kepada Bacaini melalui online, Kamis (2/5/2025).
Meskipun kondisi ekonomi global yang fluktuatif menyebabkan ketidakpastian nilai tukar, pelaku usaha tetap diwajibkan menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi domestik. Hal ini berlaku untuk seluruh pembayaran atau penyelesaian kewajiban yang dilakukan di wilayah Indonesia, termasuk pembayaran paket umroh, haji, atau wisata ke luar negeri.
“Kami memahami kekhawatiran pengusaha travel terkait fluktuasi kurs, namun hal tersebut bukan alasan untuk mengabaikan ketentuan penggunaan Rupiah dalam transaksi domestik,” tambahnya.
Pengecualian hanya diberikan jika terdapat perjanjian tertulis antara pihak-pihak yang terlibat, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU Mata Uang. Namun, untuk iklan dan penawaran kepada masyarakat umum, penggunaan Rupiah tetap wajib dilakukan.
Untuk mengantisipasi fluktuasi kurs, pelaku usaha travel disarankan untuk:
– Menerapkan sistem lindung nilai (hedging) dalam transaksi valas
– Mencantumkan klausul penyesuaian harga dalam kontrak
– Menggunakan sistem booking fee dalam Rupiah
– Melakukan update harga secara berkala sesuai pergerakan kurs
“Perusahaan travel dapat menerapkan strategi bisnis yang tepat untuk melindungi kepentingan mereka tanpa melanggar ketentuan penggunaan Rupiah,” menurut Indah.
Sementara itu, Asosiasi Biro Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) dalam keterangan resminya mengimbau seluruh anggotanya untuk mematuhi ketentuan ini dan segera melakukan penyesuaian terhadap materi promosi yang masih mencantumkan harga dalam mata uang asing.
“Kami mendorong seluruh pelaku usaha travel untuk segera menyesuaikan praktik bisnis mereka dengan ketentuan yang berlaku,” ujar perwakilan ASITA.
Masyarakat juga diimbau untuk melaporkan kepada otoritas terkait jika menemukan biro travel yang masih mencantumkan harga dalam mata uang asing untuk transaksi domestik.
Seperti diketahui, kewajiban menggunakan mata uang Rupiah selain diatur dalam UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, juga diatur dalam Peraturan BI No. 17/3/PBI/2015 Tahun 2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Surat Edaran BI tanggal 1 Juni 2015
Penulis : Danny Wibisono
Editor : Hari Tri Wasono