Ringkasan berita:
- Menjelang Natal, perdebatan hukum ucapan selamat bagi umat Islam kembali mencuat.
- Sebagian ulama membolehkan sebagai bentuk toleransi, sementara lainnya melarang karena dianggap menyerupai keyakinan lain.
- MUI menegaskan, ucapan selamat Natal boleh saja, asal tidak mengandung pengakuan teologis.
Bacaini.ID, KEDIRI – Setiap tanggal 25 Desember, umat Kristiani merayakan Natal. Di Indonesia, tradisi ucapan selamat Natal dari umat Islam kepada tetangga, sahabat, atau rekan kerja kerap muncul sebagai wujud toleransi.
Namun di balik kebiasaan ini, muncul perdebatan panjang tentang apakah ucapan tersebut boleh secara hukum Islam?
Pandangan Ulama
Sebagian ulama menilai ucapan selamat Natal boleh sebagai bentuk penghormatan dan menjaga hubungan sosial. Dalil yang sering dikutip adalah Al-Qur’an Surat Al-Mumtahanah ayat 8, yang menekankan pentingnya berbuat baik dan berlaku adil kepada non-Muslim yang tidak memusuhi.
Ada pula ulama yang melarang, dengan alasan ucapan tersebut dianggap menyerupai pengakuan terhadap keyakinan agama lain. Mereka khawatir hal ini bisa mengaburkan batas akidah.
Sebagian ulama berada di tengah, menyarankan agar umat Islam berhati-hati. Ucapan boleh diberikan dalam konteks sosial, tetapi jangan sampai mengandung pengakuan teologis atas ajaran agama lain.
Sikap MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa ucapan selamat Natal tidak masalah selama tidak mengandung pengakuan terhadap keyakinan agama lain. Artinya, umat Islam boleh menyampaikan ucapan sebagai bentuk silaturahmi dan toleransi, tetapi tetap menjaga akidah.
Dengan demikian, mengucapkan selamat Natal bagi umat Islam adalah wilayah ijtihadi (hasil ijtihad ulama). Ada yang membolehkan, ada yang melarang, dan ada yang menekankan kehati-hatian.
Di Indonesia, sikap yang paling banyak dianjurkan adalah menjaga toleransi tanpa mengorbankan akidah.
Penulis: Hari Tri Wasono





