Bacaini.id, KEDIRI – Supardi meringkuk di atas becak. Tangannya gemetaran saat menarik sarung yang menutup kepalanya. Penarik becak berusia 45 tahun itu terlihat ketakutan.
Masih di atas becaknya, Supardi berusaha menenangkan diri dengan menghisap rokok. Sampai seorang tukang becak lain menghampiri. “Ada apa? Kayak habis melihat setan,” katanya sambil menepuk pundak Supardi.
Setelah beberapa kali hisapan rokok, Supardi mulai tenang. Sambil beringsut merapatkan sarung, Supardi menceritakan peristiwa yang baru saja dialami. Jam menunjukkan pukul 01.45 WIB dini hari. Perempatan tempatnya mangkal juga terlihat sepi.
baca ini Gadis Berlumur Darah di Tengah Hujan
“Kamu masih ingat pelangganku yang bekerja di Surabaya? Dia sering pulang ke Kediri naik bus dan kuantar naik becak menuju rumahnya,” kata Supardi. Temannya mengangguk.
Sejak beberapa bulan terakhir Supardi memang memiliki pelanggan seorang bapak-bapak. Setiap pukul 01.00 WIB dini hari dia sering turun dari bus dan menghampiri becak Supardi. Aktivitas itu dilakukan setiap beberapa hari dalam seminggu. Pria itu bekerja di salah satu BUMN di Surabaya, dan pulang ke Kediri seminggu 1-2 kali untuk menjenguk keluarganya.
Malam itu, Rabu Wage, pukul 01.15 WIB, sebuah bus mendekat dari arah Surabaya. Bus itu berhenti tepat di perempatan tempat Supardi mangkal. Seorang pria paruh baya turun dari bus sambil menenteng tas.
“Pak, baru pulang?” sapa Supardi sambil menuntun becaknya mendekat.
baca ini Misteri Sumur Tua di Rumah Angker Banjaran
Tak banyak cakap apalagi menawar, pria itu langsung naik ke atas becak. Dia juga tak perlu menjelaskan lokasi tujuan karena Supardi sudah hafal jalan menuju rumahnya. Penumpang itu tinggal di sebuah perumahan yang berjarak kurang dari satu kilometer dari perempatan.
Malam itu terasa sangat sepi. Tak banyak kendaraan lalu lalang di sepanjang jalan. Para pedagang kaki lima juga memberesi dagangan lebih awal. Hanya Supardi dan penumpangnya yang terlihat menembus gelapnya malam. Kreeet..kreeet….bunyi roda becak Supardi akibat kurangnya pelumas.
“Perjalanan dari Surabaya lancar, Pak?” tanya Supardi memecah keheningan. Biasanya penumpang itu yang memulai obrolan.
Pria di depannya hanya mengangguk. Supardi tak melanjutkan percakapan. Sebenarnya dia ingin bertanya kenapa seminggu terakhir tak pulang ke Kediri. Namun pertanyaan itu diurungkan setelah melihat penumpangnya tak seramah biasanya.
baca ini Cerita Rumah Kontrakan Berhantu di Kediri
Dia menduga penumpangnya sedang lelah setelah menempuh perjalanan jauh dari luar kota. Supardi mempercepat laju becak agar bisa mengantarkannya ke rumah untuk beristirahat.
Setelah 20 menit perjalanan mereka tiba di depan rumah besar di kawasan perumahan. Pagarnya yang terbuat dari besi menjulang tinggi. Rumah dengan arsitektur lawas itu berada di samping lahan kosong yang gelap. Lampu teras rumah yang redup menambah kesan seram malam itu.
“Terima kasih, Pak,” kata Supardi saat menerima uang Rp20.000 sebagai ongkos becak. Dia buru-buru membalikkan arah becak setelah memastikan pelanggannya masuk ke dalam rumah.
Karena sudah tak membawa penumpang, Supardi mengayuh dengan santai. Tiba di gerbang pos penjagaan perumahan, seorang satpam mencegatnya. Satpam itu terlihat berada di dalam pos saat Supardi masuk mengantar penumpang tadi.
“Pak, sampeyan nyari siapa di sini?” tanya satpam itu kepada Supardi.
“Loh, saya kan barusan ngantar penumpang di Blok C,” jawab Supardi. Dia merasa kesal mengingat satpam tersebut melihatnya saat membawa penumpang yang juga warga perumahan.
“Penumpang siapa, wong tadi saya lihat sampeyan masuk sendirian. Ngantar siapa?” sergah satpam itu.
Kali ini Supardi sedikit emosi. Dia lantas menyebut nama penumpang yang diantarnya, berikut alamat lengkapnya.
Kini giliran satpam itu yang terperanjat. Dengan muka tegang dia menjawab, “Bapak itu kan sudah meninggal seminggu lalu, tadi sore baru hajatan tujuh harinya”.
Penulis: HTW
Tonton video: