Bacaini.ID, BLITAR – Polemik adanya dugaan gratifikasi (suap) dalam pembiayaan perayaan puncak Hari Jadi Kabupaten Blitar ke-701 terus bergulir.
Koordinator Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK) Moh Trijanto meminta Pemkab Blitar mengumumkan besarnya donasi yang telah diterima.
Sebab pagelaran pesta hari jadi Kabupaten Blitar diketahui sepenuhnya dibiayai oleh sumbangan atau donasi atau sponsor dari para pengusaha.
Pengumuman di depan publik menunjukkan transparansinya pemerintahan Bupati Blitar Rijanto dan Wakil Bupati Blitar Beky Herdihansah.
Juga sekaligus menepis spekulasi tudingan dugaan praktik gratifikasi.
“Ya harus diumumkan ke publik dong! (Besarnya donasi),” tegas Trijanto kepada Bacaini.ID Minggu (24/8/2025).
Donasi Berbalas budi proyek?
Pesta perayaan puncak hari jadi Kabupaten Blitar ke-701 sekaligus HUT Kemerdekaan RI ke-80 berlangsung 2 hari (22-23 Agustus 2025).
Panitia menghadirkan penyanyi ibukota Charley Van Houten dan beragam hiburan lain, termasuk mubaligh kondang Gus Iqdam.
Semua pembiayaan perayaan puncak Hari Jadi ke-701 diungkapkan Bupati Blitar Rijanto tidak memakai dana APBD.
Biaya pesta sepenuhnya datang dari sumbangan para pengusaha. Bupati Rijanto mengistilahkannya dengan gotong royong.
Informasi yang dihimpun, donasi terbesar disinyalir dari PT Greenfield, PT RMI dan perbankan. Kemudian ditambah dari sejumlah pengusaha lokal.
Mengalirnya donasi kabarnya didahului dengan proposal yang diajukan oleh Ketua Panitia Perayaan Puncak Hari Jadi Kabupaten Blitar.
Menurut Moh Trijanto, yang terjadi di Kabupaten Blitar itu tidak lazim. Juga lucu. Perayaan hari jadi pemerintahan sepenuhnya dibiayai oleh pengusaha.
Seolah pesta perayaan hari jadi dipersembahkan untuk para pengusaha. Pemerintah seperti EO yang menjalankan duit perusahaan.
“Ini sebenarnya pesta rakyat atau pesta sponsor? Kok lucu,” katanya.
Kendati demikian mengalirnya donasi atau sumbangan pengusaha ke pemkab, kata Trijanto jadi persoalan yang serius. Ada konsekuensi hukum dan politik.
Apakah betul-betul donasi atau ada kepentingan dibaliknya. Yang dikhawatirkan ada nota balas jasa di belakangnya.
Misalnya berbalas budi dengan proyek jangka panjang. Jika yang terjadi demikian, hal itu dapat dikategorikan sebagai praktik gratifikasi.
“Kalau yang terjadi seperti itu bukan pesta rakyat lagi, tapi pesta kepentingan,” tegas Moh Trijanto.
Pada sisi lain mengacu UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, melakukan transparansi penggunaan dana publik jadi kewajiban.
Apalagi dana publik tersebut dipakai untuk kegiatan resmi pemerintahan, meskipun redaksionalnya untuk hiburan rakyat.
Moh Trijanto mengatakan, donasi atau sumbangan boleh-boleh saja, namun transparansi wajib dilakukan. Disampaikan ke publik berapa dana masuk dan keluar.
Ia tidak berharap pesta perayaan puncak Hari Jadi Kabupaten Blitar akan berujung pada masalah pidana.
“Lagipula transparansi itu bukan bikin malu, justru bikin wibawa pemerintah naik,” pungkasnya.
Sebelumnya hal senada diungkapkan ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Kabupaten Blitar.
Ketua PPI Mujianto mempertanyakan mekanisme sumbangan atau donasi pengusaha untuk pembiayaan perayaan Puncak Hari Jadi Kabupaten Blitar.
Sumbangan kepada pemkab kata dia bisa disebut pungutan.
Dan bisa dikategorikan gratifikasi bila tidak melalui mekanisme dana CSR (Corporate Social Responsibility) perusahaan.
“Pungutan tanpa lewat CSR secara resmi sama saja dengan gratifikasi,” ujar Mujianto
Sementara kalau berasal dari CSR, lanjut Mujianto peruntukannya juga dipertanyakan. Mengingat penggunaan dana CSR bukan untuk hura-hura.
Bupati Blitar Rijanto pada Jumat 22 Agustus 2025 mengatakan pendanaan perayaan puncak hari Jadi Kabupaten Blitar ke-701 tidak memakai APBD.
Pembiayaan pesta puncak hari jadi berasal dari sponsor atau sumbangan dari para pengusaha. Sumbangan itu kata Rijanto dilakukan secara gotong royong.
Penulis: Solichan Arif