Bacaini.id, KEDIRI – Kasus bullying atau penganiayaan santri hingga tewas di lingkungan Pondok Pesantren Al Hanifiyyah Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri Jawa Timur, telah disidangkan.
Sidang perdana di Pengadilan Negeri Kediri pada Senin (18/3/2024) menghadirkan dua terdakwa, yakni AK (17) asal Surabaya dan AF (16) asal Denpasar Bali yang diketahui masih kerabat korban.
Sidang dibuka dengan agenda pembacaan dakwaan dengan terdakwa yang diketahui masih berusia di bawah umur. Rencananya akan dilanjut sidang kedua dengan agenda pemeriksaan saksi Selasa (19/3/2024).
“Jadi hari ini kita sidang pembacaan dakwaan, pasal yang dibacakan seperti kemarin di penyidik, anak (pelaku) tidak keberatan begitu juga dengan penasihat hukum, sehingga untuk agenda sidang selanjutnya adalah pembuktian, pemeriksaan saksi jam 10 besok,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Aji Rahmadi. Senin (18/3/2024).
Kasus penganiayaan diketahui berlangsung di dalam pondok pesantren. Korban dipukuli hingga meregang nyawa. Dalam penyidikan aparat kepolisian menetapkan 4 orang santri sebagai tersangka.
Keempatnya diketahui masih berusia di bawah umur. Aji mengatakan, dalam pemeriksaan saksi pihaknya akan menghadirkan sebanyak lima orang. Di antaranya ibu korban, teman korban dan pelaku yang menyaksikan kejadian.
“Kita pilih dulu dan langsung panggilan hari ini,” tegasnya.
Sementara Ketua Tim Penasihat Hukum terdakwa, Muhammad Ullinuha mengatakan ada sejumlah perbedaan antara dakwaan dengan fakta rekonstruksi polisi. Di antaranya adalah tindakan pelaku terhadap korban.
“Misalnya ada bahasa (pelaku) membanting (korban), faktanya direkonstruksi tidak ada, tindakannya adalah menjegal. Lalu pernyataan (pelaku) menjatuhkan dua kali (korban), tidak begitu,” ujar Ullinuha.
“Kemudian menurut dua pelaku itu ketika anak korban lemas dibopong, ketika korban dibopong merosot jatuh. Kayak gitu kan perlu melihat fakta persidangan saksi-saksi bener atau tidak,” tambahnya.
Atas semua itu, tim penasihat hukum terdakwa berencana menyiapkan lima orang saksi yang meringankan.
“JPU bilang punya 12 saksi, kita ada empat sampai lima saksi yang meringankan, yang melihat korban pulang dari rumah sakit, melihat korban pulang ke Banyuwangi, saksi dari pondok pesantren, yang memandikan jenazah, dan santri juga ada,” ungkapnya.
Sementara itu dua pelaku lain yang sudah berusia dewasa, yakni MN (18) warga Sidoarjo dan MA (18) asal Nganjuk, berkas perkaranya belum dilimpahkan ke kejaksaan.
Menurut Ulinuha, pihaknya akan berkoordinasi dengan penyidik untuk dilakukan percepatan. Dalam kesempatan itu Ulinuha juga menyinggung kondisi para terdakwa yang kata dia semuanya sehat.
Para terdakwa juga mengaku menyesali perbuatannya. Ulinuha memastikan, tidak ada niatan pelaku menghabisi nyawa korban. Niat mereka hanya mendisplinkan sesuai aturan pondok pesantren.
“Saya yakinkan pada masyarakat umum tidak ada niat sampai menyebabkan kematian bagi korban. Takdir Allah. Apapun itu, ini perbuatan tragedi kemanusian di pesantren. Dan mudah-mudahan jadi pembelajaran kita semua,” pungkasnya.
Seperti diketahui, dalam kasus bullying di pesantren yang berujung kematian itu, pelaku dijerat pasal 80 KUHP, 340 KUHP, 170 dan 351 KUHP. Kemudian UU RI Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 81 Ayat (6).
Para terdakwa terancam hukuman paling lama 10 tahun penjara.
Penulis: Agung K Jatmiko
Editor: Solichan Arif