KEDIRI – Kejaksaan Negeri Kota Kediri terus memburu pelaku penyimpangan dana Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Kota Kediri senilai Rp 2,4 milyar. Modus yang dipakai pelaku adalah menaikkan nilai taksiran (mark up) aset jaminan untuk mencairkan dana bank.
Kepala Sesi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Kota Kediri, Nur Ngali mengungkapkan penahanan dua tersangka dalam kasus ini bukan merupakan akhir penyidikan. Kejaksaan masih memburu kemungkinan pelaku lain yang turut serta dalam tindak pidana korupsi di tubuh badan usaha milik Pemerintah Kota Kediri ini.
“Kami sudah memeriksa 12 orang, termasuk pimpinan PD BPR Kota Kediri berinisial S,” kata Nur Ngali kepada Bacaini.id, Rabu 20 Januari 2021.
Menurut Nur Ngali, modus operandi yang dipakai pelaku dalam kasus kredit macet ini adalah menaikkan nilai agunan atau manipulasi data. Misalnya jumlah kamar kos yang sebenarnya 18 ruangan ditulis menjadi 31 kamar. Harga kos setiap bulan yang hanya sekitar Rp 300 ribu ditulis hingga Rp 1,2 juta.
baca ini Pegawai BPR Kota Kediri Selewengkan Dana Rp 24 Milyar
Selain itu, penggelembungan nilai jaminan juga dilakukan terhadap tanah dan rumah seluas 18 ru dengan harga Rp 15 – 20 juta menjadi Rp 40 juta. Dengan begitu tersangka yang merupakan Account Officer BPR bisa mencairkan dana kredit sebesar Rp 600 juta dengan angsuran per bulan lebih dari Rp 19 juta.
Sedangkan secara riil, tersangka lain yang merupakan nasabah tidak memiliki kemampuan untuk mengangsur dana bulanan sejumlah itu. Terjadilah kredit macet.
Selain terungkap adanya rekayasa data debitur, pinjaman yang diberikan senilai ratusan juta tidak mendapat persetujuan Dewan Pengawas PD BPR. Hal itu diungkapkan Kepala Kejaksaan Negeri Kota Kediri Sofyan Selle.
“Berdasarkan SOP dari PD BPR, penyaluran kredit di atas 250 juta mendapatkan persetujuan dari tiga orang dewan pengawas, dan ternyata ini tidak ada persetujuan dari dewan pengawas,” kata Sofyan.
Hal ini telah melanggar aturan karena tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dan SOP yang berlaku dalam memberi anggaran kredit yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 2,4 milyar.
“Tim penyidik masih mendalami dan mengembangkan perkara ini. Tidak menutup kemungkinan dengan berdasarkan alat bukti masih ada tersangka baru yang lain,” tuturnya.
Reporter: Novira Kharisma
Editor: HTW