Bacaini.ID, KEDIRI – Gunung Semeru yang berlokasi di wilayah Kabupaten Lumajang dan sebagian Kabupaten Malang Jawa Timur, mengalami erupsi pada Rabu (19/11/2025).
Hingga kini (22/11/2025) Gunung Semeru dilaporkan masih mengalami erupsi berkelanjutan dengan status Awas (Level IV).
Berbagai cerita seputar Semeru pun bermunculan di masyarakat. Mulai cerita ilmiah terkait siklus rutin erupsi hingga mitos yang terkait dengan permintaan tumbal.
Sementara erupsi Semeru pada Rabu (19/11/2025) menyebabkan warga di 3 desa 2 kecamatan di Kabupaten Lumajang harus mengungsi. Awan Panas Guguran (APG) menyebabkan ratusan rumah dan fasilitas umum hancur.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang per Jumat (21/11) menyebut 200 rumah warga terdampak dengan 21 di antaranya rusak parah. 1 bangunan sekolah dan musala juga dilaporkan rusak parah.
Gunung Semeru di penghujung tahun 2021 diketahui juga mengalami erupsi besar. Bagi masyarakat sekitar, diyakini akhir tahun menjadi’jadwal’ tetap Semeru bergejolak, entah itu besar (erupsi) maupun kecil. Warga lokal menyebutnya ‘batuk’.
Keyakinan turun temurun ini sudah ada sejak dulu dan menjadi penanda untuk meningkatkan kewaspadaan. Apalagi Semeru, dikenal sebagai gunung yang diyakini memiliki nilai spiritual dengan mitos-mitosnya.
Baca Juga:
- Gunung Semeru Erupsi Lagi, Berikut Himbauan Untuk Wisatawan
- Semeru Erupsi, Langit Lumajang Gelap
- Dua Hari Erupsi, Gunung Semeru Berstatus Siaga
Mitos dan Legenda Gunung Semeru
Gunung Semeru bagi umat Hindu memiliki nilai spiritual yang tinggi. Gunung juga populer dengan nama Mahameru ini memegang peran penting dan sakral bagi umat Hindu Jawa dan Bali.
Selain menjadi sumber Tirta Amerta, air suci, Mahameru memiliki nilai spiritual yang tinggi berakar pada mitologi Hindu kuno.
Berikut beberapa mitos dan legenda Mahameru:
• Semeru Sebagai ‘Paku Bumi’ Pulau Jawa
Menurut legenda dalam kitab Tantu Pagelaran, Pulau Jawa pada mulanya terombang-ambing di lautan.
Para dewa kemudian berinisiatif memindahkan Gunung Mahameru dari Jambudwipa (India) ke Pulau Jawa. Bertujuan sebagai paku stabilitas.
Dewa Wisnu lalu menjelma menjadi kura-kura raksasa. Mahameru digendongnya dengan belitan ular panjang jelmaan Dewa Brahma.
Saat proses pemindahan banyak bagian yang tercecer, yang diyakini menjadi gunung-gunung di wilayah Pulau Jawa.
Bagian puncak diletakkan di Jawa Timur. Puncak ini bernama Mahameru atau Semeru, menjadi pusat spiritual yang menopang keseimbangan alam semesta di Nusantara.
• Tempat Bersemayam Batara Guru (Siwa)
Puncak Semeru (Jonggring Saloko) adalah singgasana Batara Guru. Oleh karena itu Semeru dianggap gunung suci tertinggi di Jawa.
Setiap letusan dianggap sebagai tanda kemarahan atau ‘ngluruk’ para dewa. Kitab Tantu Pagelaran, abad ke-15, menyebut Mahameru sebagai tempat persemayaman dewa-dewa.
• Hubungan Nyi Roro Kidul dan Semeru
Dalam tradisi lisan masyarakat sekitar Gunung Semeru, diyakini adanya hubungan antara Ratu Pantai Selatan, Nyi Roro Kidul, dengan Gunung Semeru.
Mitos yang beredar, Nyi Roro Kidul pernah meminang seorang resi yang bertapa di Semeru. Karena ditolak, Nyi Roro Kidul marah dan mengirimkan lahar serta banjir ke selatan.
Inilah yang diyakini sebagai sebab mengapa sampai sekarang aliran lahar Semeru selalu mengarah ke selatan.
• Asap Semeru adalah Dupa Para Dewa
Asap kawah yang terus mengepul dari puncak Semeru dianggap bukan asap biasa, melainkan dupa atau hio yang dipersembahkan para dewa kepada Hyang Widhi/Batara Guru.
Karenanya masyarakat Tengger tidak takut dengan aktivitas gunung, malah menganggapnya sebagai tanda gunung masih hidup dan suci.
• Siklus 20-30 Tahun Meminta Tumbal
Masyarakat lokal mempercayai Semeru memiliki siklus ‘membangun’, mengumpulkan energi selama 20-30 tahun. Berikutnya erupsi besar untuk ‘bersih-bersih’ dan itu meminta korban yang tak sedikit.
Peristiwa sejarah bisa jadi melatari mitos yang diyakini. Erupsi besar Semeru pernah terjadi pada tahun 1941-1942. Erupsi yang berlangsung panjang. Peristiwa erupsi dengan siklus seperti ini pernah terjadi pada zaman dulu, di era kuno.
Setelah erupsi besar, terdapat jeda waktu yang cukup lama selama puluhan tahun hingga mengalami erupsi selanjutnya.
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif





