Bacaini.id, KEDIRI – Michael ‘Speed’ Sigarlaki menyatakan mundur dari panggung pencak dor. Pendekar pencak asal Manado ini memutuskan hijrah dari Kediri untuk menekuni profesi baru.
Keputusan meninggalkan gelanggang pencak yang mempopulerkan namanya itu disampaikan melalui akun Facebook Michael Speed Sigarlaki.
Teman teman pencak dor mohon maaf untuk kedepannya saya sudah tidak akan meramaikan pencak dor lagi.
Terimakasih buat selama ini.
I love KEDIRI
Terimakasih juga buat pendekar pendekar dan penggemar pencak dor Blitar Nganjuk Bojonegoro Tulungagung
Tak ada penjelasan apapun yang disampaikan Michael terkait pengunduran dirinya tersebut. Namun di kolom komentar, Michael menjawab pertanyaan salah satu penggemarnya.
Intinya saya berhenti dari pencak dor dikarenakan saya mau fokus untuk bekerja. 🙏🏻🙏🏻 Semoga pencak dor semakin jaya 💪. AMIN
Dikonfirmasi soal itu, Michael Sigarlaki membenarkan jika dirinya telah memutuskan meninggalkan panggung pencak dor. Kepada Bacaini.id, pria kelahiran Manado, 8 Maret 1989 itu mengatakan telah hijrah ke Jakarta untuk menekuni profesi barunya.
Rupanya Michael tak benar-benar meninggalkan dunia olah raga keras. Setelah berhenti sebagai pendekar pencak, Michael kini berprofesi sebagai pelatih tinju di salah satu sasana di Jakarta. “Tinju belum, tapi pencak dor sudah harus berhenti,” katanya melalui pesan WhatsApp, Senin, 8 Agustus 2022.
Pengunduran diri Michael Sigarlaki ini diperkirakan akan mempengaruhi pamor pencak dor. Michael adalah salah satu jawara yang memiliki banyak penggemar.
Perjalanan Karir
Jauh sebelum terdampar di Desa Joho, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, Michael Sigarlaki adalah seorang petinju professional. Pria berdarah Manado ini pernah tercatat sebagai juara nasional saat bergabung dengan Kaweruhan Boxing Camp Minahasa Utara.
Karut marut badan tinju nasional yang mengkanvaskan nasibnya dan para petinju professional lain untuk mencari makan di luar ring. “Tahun 2015 tinju mati suri, bayangkan internasional saja hanya ada empat badan tinju, di Indonesia ada delapan badan tinju,” katanya.
Demi menjaga kelangsungan hidup istri dan anak semata wayangnya yang masih balita, Michael rela melakoni semua pekerjaan. Termasuk berganti profesi menjadi penyanyi dengan membentuk band bersama dua temannya, meski kurang membuahkan hasil.
Tak menemukan peruntungan di luar ring, Michael kembali ke dunia keras sesuai bakat alaminya. Kali ini bukan ring tinju yang disasar, tetapi ring pencak dor yang jauh dari gengsi dan prestasi. Sebagai seorang petarung, Michael sudah cukup lama mendengar ajang pencak dor di Kediri. Bahkan rekan-rekannya sesama petinju di Jakarta kerap membicarakan laga tarung bebas ini sebagai pertandingan ekstrim dan sangat keras.
Upayanya mencari hidup di laga pencak dor disambut oleh Hadak, seorang promotor pencak yang juga Kepala Desa Joho di Kediri. Michael direkrut oleh Hadak sebagai salah satu petarungnya. Konsekuensinya, Hadak menyediakan tempat tinggal sekaligus penghasilan kepada Michael bersama anak istrinya.
Hadak yang juga seorang pemilik usaha jual beli sepeda antik kerap meminta Michael membantunya mengerjakan pekerjaan kasar. Selain Michael, banyak pemuda desa yang bekerja di tempat Hadak sebagai tukang las.
Di kalangan petarung pencak, nama Hadak cukup popular. Dia adalah promotor yang menaungi para petarung pencak agar bisa naik ke panggung. Sebab salah satu syarat untuk mengikuti pertarungan pencak dor adalah mendapat undangan dari panitia yang ditujukan kepada masing-masing promotor. “Kalau mau main harus kenal dulu dengan promotor. Dan promotor bisa memilih pemain mana yang akan dinaikkan,” kata Michael.
Sebagai mantan juara tinju nasional, kehadiran Michael “Speed” Sigarlaki mendapat tempat khusus di sasana yang dikelola Hadak. Meski postur tubuhnya tak lagi ideal, kemampuan Michael menjatuhkan lawan masih kerap membuat lawannya bergidik. Pukulannya tetap mematikan dengan berat badan di atas 90 kilogram.
Kerasnya pertarungan pencak dor yang tidak membatasi cara bertarung memaksa Michael mempelajari ilmu bela diri selain tinju. Jika tidak, dirinya akan menjadi sansak hidup oleh lawan yang menguasai tendangan dan bantingan. Seluruh cabang bela diri mulai karate, tinju, gulat, pencak, hingga kung fu dibebaskan naik untuk saling menjatuhkan lawan.
Kondisi inilah yang sempat membuat kawan-kawan petinju Michael di Jakarta cemas. Mereka terus mengingatkan Michael agar tak mengikuti laga itu karena tingginya resiko yang dihadapi. “Selain tak ada asuransi, pemain bebas memukul lawan tanpa perlindungan badan sama sekali,” kata Michael yang membandingkan dengan tinju profesional.
Perbedaan aturan dan sistem pertandingan dengan tinju professional inilah yang kerap menjadi momok bagi Michael. Apalagi jika lawan yang dihadapi memiliki karakter bertarung beda. Dari sekian cabang bela diri, petarung dengan gaya gulat, menurut Michael, menjadi lawan terberat. “Mereka akan langsung merangkul dan membanting. Sementara saya mengandalkan tinju dengan posisi berdiri,” keluhnya.
Situasi itu memaksa Michael mempelajari banyak bela diri agar bisa berimprovisasi. Dia tak mau mati konyol mempertahankan teknik tinju jika menghadapi lawan pegulat. Sebab meski pertandingan itu bertajuk “pencak”, namun hanya sedikit dari peserta yang menggunakan ilmu pencak. Alasannya sederhana, pencak yang merupakan seni bela diri dinilai kurang efektif untuk melakoni pertarungan cepat. “Terlalu banyak kembangan (gerakan pembuka), kita bisa babak belur dipukuli lawan,” kata Michael tertawa.
Penulis: Hari Tri Wasono
Tonton video: