Bacaini.id, MALANG – Di era 1990-an Kota Malang menjadi barometer musik nasional beraliran rock. Sejumlah musisi besar lahir di sini, seperti Ian Antono, Donny Hardono, Sylvia Saartje, Toto Tewel, dan Anto Baret.
Jejak kejayaan musik rock ini terekam di Museum Musik Indonesia (MMI) yang berada di Gedung Kesenian Gajayana Jalan Nusakambangan 19 Kota Malang. Sebelumnya tempat ini bernama Galeri Malang Bernyanyi (GMB) yang diinisiasi Komunitas Pencinta Kajoetangan pada tahun 2009. Komunitas ini dikenal dengan koleksi kaset dan arsip musik lainnya.
Hingga saat ini jumlah koleksi MMI sudah mencapai 45.000 buah. Meliputi album rekaman kaset, piringan hitam, CD, laser disc, instrumen musik, kostum, memorabilia, majalah musik, buku, foto, dan beberapa benda lain terkait musik. Sebagian besar koleksi museum berasal dari sumbangan masyarakat.
Tak ingin terjebak sebagai perawat kenangan setelah 14 tahun bertahan, MMI mulai beradaptasi dengan perubahan zaman. Perlahan-lahan pengurus MMI menggeser paradigma kolektor musik atau museum benda kuno menjadi penyelenggara pertunjukan musik.
“MMI sudah waktunya ikut unjuk gigi dalam meramaikan blantika musik tanah air dari Malang. Dari situ pula kualitas industri musik tanah air juga ikut naik,” kata Ratna Sakti Wulandari, Ketua MMI yang baru menggantikan kepemimpinan Hengki Herwanto selama 14 tahun saat berbincang dengan Bacaini.id, Minggu, 12 Maret 2023.
Untuk kebutuhan itu, MMI menggandeng pelaku musik dari generasi baru. Sekaligus memberi ruang berekspresi kepada mereka untuk meramaikan blantika musik Kota Malang.
Nana-panggilan Ratna Saktu Wulandari- menambahkan kualitas musik sudah tidak lagi bisa dibandingkan dengan industri musik zaman dulu. Jika dulu musik rock menjadi raja di industri tanah air, generasi muda sekarang punya selera musik berbeda.
MMI harus melepas diri dari identitas lawas dan mendekatkan diri pada generasi baru. Salah satu jembatannya adalah dengan memperbanyak event-event musik yang digelar di Gedung Kesenian Gajayana.
”Dengan begitu dinamika perkembangan musik akan terjadi sehingga MMI bisa lebih familier lagi di mata masyarakat. Saya gak mau MMI ini jadi kayak hanya kolektor saja. Jadi harus adaptif dengan peta musik yang sekarang,” kata Nana.
Tak hanya berkontribusi di Malang, MMI juga memiliki program strategis seperti mendukung Ambon sebagai Kota Musik Dunia. MMI juga mengantongi sertifikat standarisasi museum kategori B dari Kemendikbud, serta memperoleh dukungan UNESCO untuk mendokumentasikan musik nusantara yang meliputi 100 album lagu-lagu daerah dari Sumatera sampai Papua.
MMI juga berjasa besar dalam menghadirkan rujukan referensi bagi mahasiswa yang memerlukan data dan informasi untuk tugas-tugas akademisnya, termasuk peneliti-peneliti dari luar negeri.
Penerbitan berbagai buku dan katalog bertema musik oleh MMI juga bermanfaat sebagai sumber data penelitian. Perpustakaan Nasional pun memberikan anugerah kepada MMI sebaga Mitra Perpustakaan Nasional.
Kini, di tahun 2023, MMI akan meluncurkan program terbaru yakni Lomba Lagu Lagu Daerah dengan tema Nusantara Bernyanyi. Ini merupakan lomba menyanyi untuk kategori solo, group dan paduan suara bagi pelajar tingkat SD dan SMP di Malang. Event ini bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang.
Nusantara Bernyanyi adalah kelanjutan dari program dokumentasi Tradisional and Ethnic Music in Indonesia yang didukung UNESCO melalui proyek MOWCAP (Memory of The World Asia Pacific) tahun 2021. Sebanyak 20 judul lagu daerah telah lolos kurasi dan akan menjadi lagu wajib dan lagu pilihan bagi peserta.
Penulis: A.Ulul
Editor: Hari Tri Wasono
Tonton video: