Bacaini.ID-JAKARTA. Generasi Baby Boomer dan Milenial mungkin masih ingat momentum sebelum pemilu 1999, dimana Megawati keluar dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan memelopori berdirinya PDI Perjuangan. Saat itu muncul istilah ‘Mega-Bintang’ dan ‘PDI ProMeg’ yang menjadi representatif perlawanan dari kelompok Megawati Soekarnoputri terhadap pemerintah.
Setelah menikmati kekuasaan selama 10 tahun, PDIP saat ini kembali ke ‘jalan’ setelah terjungkal di Pilpres 2024 dengan perolehan suara pasangan Ganjar-Mahfud 16,47%. Tidak ada kader di dalam kabinet Prabowo-Gibran, meski sosok Budi Gunawan yang dilantik menjadi Menkopolhukam sempat disebut kader PDIP. Balakangan keberadaan Budi Gunawan di kabinet diklarifikasi Sekjen PDIP bukan sebagai kader partai.
Gagal di pilpres tak membuat PDIP surut di pilgub DKI. Terbendungnya Anies Baswedan untuk maju kembali dalam Pilgub DKI Jakarta akibat penarikan dukungan dari partai pengusung seperti PKS, membuat PDIP bermanuver. Sejumlah pihak menyebut pencalonan Pramono Anung pasca revisi Undang-Undang Pilkada oleh PDIP sebagai ‘jalan tengah’. Partai pimpinan Megawati Soekarnoputri ini mulai melirik Anies Baswedan sebagai sekutu.
Bergabungnya Anies Baswedan ini disebut-sebut lantaran kepentingan dan perlawanan yang sama. Entah yang dilawan Presiden Jokowi atau pemerintahan Prabowo-Gibran. Hal ini disampaikan Sekjen PDIP Hasto Kristianto dalam podcast bersama Connie Rahakundini di studio Akbar Faisal. Pada podcast tersebut, Hasto dan Connie Rahakundini juga membuka informasi tentang upaya Jokowi menjegal pencalonan Anies, serta bocoran data bahwa dalam waktu dekat ada pengurus PDIP yang akan ditetapkan tersangka oleh KPK
Dalam lanskap politik Indonesia yang dinamis, PDIP dan Anies Baswedan tampaknya menemukan titik temu yang menarik. Apalagi setelah elektabilitas Pramono-Rano naik menyalip Ridwan Kamil. Hubungan yang semakin erat ini didorong oleh komitmen bersama untuk melawan apa yang mereka anggap sebagai ancaman terhadap demokrasi. Meski sejumlah pengamat menyebut sebagai efek bagi-bagi kue kekuasaan di Kabinet Prabowo-Gibran.
Hasto Kristiyanto, menegaskan komunikasi intensif antara kedua belah pihak telah berlangsung sejak pemilihan presiden 2024 dan terus berlanjut dalam kampanye pemilihan kepala daerah saat ini. Meskipun faktanya Anies mulai merapat saat elektabilitas Pramono perlahan mulai naik. Dukungan ini ditunjukkan dengan terbuka, yang ditandai foto bersama Anies dan para calon PDIP dengan salam tiga jari, simbol persatuan dalam menghadapi tantangan demokrasi.
PDIP dan Anies Baswedan menyadari perlunya bersatu melawan praktik otoritarian yang mereka anggap mengancam proses demokrasi di Indonesia. Hasto menegaskan aliansi ini sebagai respon terhadap intimidasi dan persaingan tidak adil yang terjadi dalam proses demokrasi. Meskipun hal sebaliknya juga terjadi selama 10 tahun kekuasaan PDIP melalui Presiden Joko Widodo, dimana banyak terjadi kriminalisasi para penggiat demokrasi kala itu.
Dengan komunikasi yang terus terjalin, hubungan antara PDIP dan Anies Baswedan diharapkan dapat menjadi fondasi bagi kolaborasi politik yang lebih luas, tidak sebatas Pilkada DKI Jakarta.
Relasi PDIP dan Anies Baswedan ini dinilai pengamat dan Dosen Ilmu Politik IISIP Jakarta, Mustofa Makhdor, M.Soc., sebagai simbiosis mutualisme, setelah sebelumnya manuver Anies Baswedan yang sempat diisukan akan mendirikan partai baru berantakan pasca penetapan tersangka kepada Thomas Lembong dalam kasus impor gula. Banyak pihak mengira Thomas Lembong adalah donatur utama dan telah melakukan safari politik ke beberapa daerah sebelum tersangkut kasus pidana korupsi impor gula di Kementan.
Apakah aliansi politik ini akan sukses di Pilkada DKI Jakarta? Atau pertarungan sengit akan terjadi pada putaran kedua? Kita lihat nanti!
Penulis: Danny Wibisono*
*) Mahasiswa Ilmu Politik IISIP Jakarta