Bacaini.id, MALANG – Kompleks makam Mbah Batu cukup terkenal di masyarakat Kota Batu. Makam yang berada di Dusun Banaran, Kecamatan Bumiaji ini menyimpan empat jasad leluhur yang dipercaya sebagai tokoh babat alas atau pendiri Kota Batu.
Pada awalnya makam tersebut dikenal dengan sebutan Mbah Wastu atau Mbah Tuwo. Seiring perjalanan waktu nama itu berubah (disingkat) menjadi Mbatu atau Batu. Nama inilah yang kelak menjadi nama wilayah itu hingga sekarang.
Hampir setiap hari makam Mbah Batu menjadi jujukan para peziarah dari Kota Batu maupun luar kota. Lama kelamaan tempat ini berkembang menjadi kawasan wisata religi yang dikelola pemerintah daerah.
Di dalamnya terdapat makam para leluhur yakni Dewi Condro Asmoro (Mbah Tu), Syekh Abul Ghonaim (Pangeran Rojoyo), Dewi Mutmainah, dan Kyai Naim. Masing-masing komplek makam ini diberi pagar pembatas dan kelambu putih.
Untuk memfasilitasi peziarah, disediakan tempat beribadah secara khusus. Selain membaca bacaan doa, para peziarah juga kerap membakar dupa sebagai simbol kepercayaan masyarakat Jawa.
Di bulan ramadan ini makam tersebut ramai dikunjungi orang. “Selain berziarah, juga berdoa meminta berkah keselamatan. Paling ramai pas Jumat Legi sama ramadan seperti sekarang,” kata Wahyudi, warga setempat kepada Bacaini.id, Senin, 18 April 2022.
Dalam kepercayaan masyarakat Jawa Islam, para leluhur tetap mendapat tempat di hati masyarakat. Apalagi para tokoh di sini juga dipercaya sebagai penyebar agama Islam di Kota Batu.
Berdasarkan kisah sejarah, sosok Mbah Wastu diceritakan sebagai Pangeran Rohjoyo atau Syekh Abul Ghonaim yang juga dikenal dengan nama Kiai Gubuk Angin. Nama itu dipakai untuk menyamarkan diri dari kejaran tentara Belanda.
Pangeran Rohjoyo sendiri pernah menjadi murid Pangeran Diponegoro saat dalam pelarian dikejar tentara Belanda. Selama masa pelarian itu, dia mendirikan padepokan sebagai tempat tinggal dan menyebarkan Islam. Pangeran Rohjoyo meninggal pada tahun 1830 di tempat itu.
Tokoh lain yang dimakamkan di sana adalah Dewi Condro Asmoro yang dikenal dengan Mbah Tu (Mbah Tuwo). Dia adalah istri dari Pangeran Rohjoyo, salah satu keturunan Kerajaan Majapahit, putri Prabu Suito Kerto dan Dewi Anjasmoro.
Disebutkan, Mbah Tu dikenal sebagai tokoh syiar Islam hingga akhir hayatnya di Kota Batu pada 1781. Konon dia meninggal saat melantunkan lafadz pujian miftakhul jannah. Sebab itulah keduanya menjadi tokoh legendaris di Kota Batu.
Selain itu ada juga Dewi Mutmainah dan Kyai Naim. Dewi Mutmainah adalah istri muda Pangeran Rojoyo. Putri dari Syekh Maulana Muhammad, putra Sunan Gunung Jati.
Sedangkan Kyai Naim adalah salah seorang teman seperjuangan Pangeran Rojoyo yang berasal dari Mataram. Namun saat datang di Batu, dia disuruh Pangeran Rojoyo untuk menetap dan membantu menyebarkan Islam di sana. Hingga kemudian saat berencana pulang kembali ke Mataram, Kyai Naim terjatuh dari kuda dan meninggal dunia. Jasadnya dikebumikan di tempat itu juga.
Penulis: A. Ulul
Editor: HTW
Tonton video: