• Login
  • Register
Bacaini.id
Sunday, August 3, 2025
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL
No Result
View All Result
Bacaini.id

Membedah Perjanjian Dagang Indonesia-AS Era Trump-Prabowo 2025

ditulis oleh Redaksi
01/08/2025
Durasi baca: 7 menit
494 31
0
Membedah Perjanjian Dagang Indonesia-AS Era Trump-Prabowo 2025

Syafuan Rozi

Di tengah pergeseran geopolitik dan transformasi digital global, isu kedaulatan data dan komunikasi politik kini menjadi medan tarik-menarik yang menentukan arah masa depan Indonesia. Perjanjian dagang digital antara Indonesia dan Amerika Serikat, khususnya yang dirintis pada era Donald Trump (2017–2021) dan mendapat kesinambungan pada era Prabowo Subianto (2024–sekarang), membuka ruang diskusi tentang bagaimana data warga negara dimanfaatkan dalam dinamika global yang sarat ketimpangan.

Isu ini tidak bisa dilepaskan dari komunikasi politik sebagai arena distribusi wacana kekuasaan, sebagaimana diteorikan Harold Lasswell (1948): “Who says what in which channel to whom with what effect.” Dalam konteks ini, data warga bukan hanya objek ekonomi digital, melainkan juga instrumen politik yang berkelindan dengan kuasa negara dan korporasi asing. Artikel ini berargumen bahwa Indonesia harus membangun posisi yang lebih setara dan berdaulat dalam perjanjian digital global, agar tidak terus menjadi obyek eksploitasi informasi oleh kekuatan besar seperti Amerika Serikat.

Komunikasi Politik dan Kedaulatan Data: Perspektif Teoretis

Komunikasi politik modern tidak lagi semata berbicara soal kampanye atau retorika elite, tetapi menyangkut arsitektur kontrol atas infrastruktur digital dan data. Menurut Manuel Castells (2009), power in the network society is exercised through the control of communication networks. Artinya, siapa mengontrol data dan algoritma, dialah yang mengontrol opini publik, perilaku sosial, bahkan arah demokrasi.

Dalam relasi global, kedaulatan data (data sovereignty) merujuk pada hak suatu negara untuk mengatur, menyimpan, dan memproses data warga negaranya di bawah hukum domestik. Namun, sejak era Donald Trump dengan Digital Trade Agreements yang menolak lokalisasi data dan membuka lalu lintas data lintas negara, dominasi korporasi digital AS seperti Google, Amazon, dan Meta makin menguat, termasuk di Indonesia. Sementara itu, Kandidat Presiden Prabowo Subianto dalam kampanye 2024 sempat menyinggung pentingnya “kemandirian digital dan keamanan data nasional.” Namun, belum ada strategi konkret yang membatasi dominasi platform asing atau memperkuat kedaulatan data nasional secara sistemik, apalagi dibolehkannya suatu negara mendapatkan akses data digital dan perilaku konsumen dari negara lain.

Jejak Perjanjian Digital AS-Indonesia: Dari Trump ke Prabowo

Pada masa Donald Trump, Posisi Amerika Serikat cenderung mendorong berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk menandatangani perjanjian digital bebas hambatan (misalnya melalui Indo-Pacific Economic Framework atau IPEF). Indonesia, meski tidak menandatangani perjanjian perdagangan bebas digital penuh, tetap membuka banyak keran investasi digital dari AS, termasuk di sektor e-commerce (perdagangan lewat transkasi digital), road map mata rantai logistik virtual (e-supply demand chain), dan infrastruktur cloud (data base virtual).

Pasca pemilu 2024, pemerintahan Presiden Prabowo tampaknya cenderung untuk melanjutkan tren ini dengan membuka peluang investasi digital lebih luas, termasuk kemungkinan kerja sama pengembangan AI dan big data dengan perusahaan seperti Palantir dan Amazon Web Services (AWS). Namun, tidak banyak pembahasan publik tentang konsekuensi dari lalu lintas data warga Indonesia yang diproses oleh server asing dan tunduk pada hukum AS, terutama Clarifying Lawful Overseas Use of Data (CLOUD) Act.

Pro dan Kontra Investasi dan Akses Data Digital

Dalam konteks kekinian, tentu saja ada pihak yang mendukung atau ‘Pro Investasi dan Inovasi Teknologi’;, berupa kerja sama pihak Indonesia dengan korporasi digital AS membuka akses pada teknologi mutakhir, modal asing, dan lapangan kerja digital baru. Hal ini, pertama, dapat mempercepat transformasi digital Indonesia dan mendorong inklusi ekonomi. Muaranya, ‘Efisiensi Ekosistem Digital’. Ada potensi mendapatkan layanan cloud computing global menawarkan skala dan efisiensi yang sulit disaingi oleh penyedia nasional dan lokal. Hal ini menekan biaya operasional UMKM dan start-up teknologi di Indonesia. Kedua, potensi ‘Integrasi Ekonomi Global’, untuk menjadi bagian dari ekosistem digital global meningkatkan posisi Indonesia dalam rantai pasok digital internasional. Ini dapat memperluas ekspor jasa digital dan meningkatkan pendapatan negara.

Sebaliknya tentu ada yang kontra dan menolak ketergantungan infrastruktur strategis dan akses data digital dan perilaku konsumen suatu negara.  Apalagi dengan data disimpan di server asing, maka pihak Indonesiaakan berpotensi  kehilangan kontrol strategis terhadap infrastruktur informasi nasional dan data privat warga negaranya. Hal ini berpotensi membahayakan keamanan nasional jika terjadi konflik geopolitik dan perang dagang yang asimetris. Selain itu, ada potensi eksploitasi ‘Data digital Warga Negara Indonesia. Data pengguna Indonesia dapat dimonetisasi oleh perusahaan asing, tanpa imbal balik yang sepadan, sebagaimana dikritisi oleh Shoshana Zuboff (2019) dalam teori Surveillance Capitalism. Apalagi jika terjadi praktik kesenjangan hukum dan regulasi. Dalam banyak kasus, data warga Indonesia tunduk pada hukum AS, jika diproses oleh perusahaan berbasis di sana. Hal ini menciptakan kekosongan hukum dan kesulitan dalam menuntut pelanggaran privasi data.

Ketimpangan Global: Indonesia Objek, Bukan Subjek

Realitas hubungan dagang dan akses data digital antara Indonesia dan AS mencerminkan neo-kolonialisme digital,  di mana negara berkembang seperti Indonesia menjadi objek penambangan data oleh negara-negara maju dan korporasi multinasional. Ketimpangan ini tampak jelas dalam struktur perjanjian dagang digital yang melarang negara berkembang menetapkan lokalisasi data, padahal negara maju sudah lebih dulu memperkuat sistem proteksi datanya.

Dalam posisi ini, Indonesia tampak inferior. Keinginan menarik investasi seringkali membuat pemerintah menunda atau melemahkan regulasi kedaulatan data. Padahal, dalam komunikasi politik yang sehat, negara semestinya menjadi pelindung ruang digital warganya, bukan hanya fasilitator pasar bebas data.

Solusi: Membangun Kedaulatan Digital Progresif

Sebaiknya parapihak seperti Kementrian Hukum dan Perundang-undangan, Kementerian Luar Negeri, Kominfo-Data digital dan Parlemen Indonesia menyiapkan semacam “Regulasi Protektif Data Digital Berbasis Hak Warga”. Selanjutnya, pihak Indonesia perlu segera mengesahkan ‘Data Protection Law’ yang kuat dan berpihak pada warga negara, seperti halnya GDPR di Uni Eropa. Perlindungan data harus menjadi hak sipil, bukan hanya instrumen ekonomi.

GDPR (General Data Protection Regulation) adalah peraturan perlindungan data di Uni Eropa yang bertujuan untuk melindungi data pribadi warga negara UE. Peraturan ini memberikan hak-hak baru kepada individu terkait data mereka dan menempatkan kewajiban yang lebih ketat pada organisasi yang memproses data tersebut. GDPR berlaku untuk semua organisasi yang beroperasi di UE, atau yang memproses data pribadi warga UE, terlepas dari lokasi organisasi tersebut.

Inti dari GDPR berupa pengakuan Hak-hak individu untuk mengakses, memperbaiki, menghapus (hak untuk dilupakan), membatasi pemrosesan, dan memindahkan data pribadi mereka.  Lalu ada kewajiban organisasi, GDPR menempatkan kewajiban pada organisasi yang memproses data pribadi, seperti mendapatkan persetujuan yang jelas, memastikan keamanan data, dan melaporkan pelanggaran data. Dalam penerapan global, meskipun GDPR adalah peraturan UE, dampaknya dirasakan secara global karena banyak organisasi di seluruh dunia harus mematuhi GDPR jika mereka berurusan dengan data warga UE. Indonesia bisa menggunakan formula ini ketika berhadapan dengan kebijakan Presiden Donald Trump terhadap akses data digital WNI.

Dalam konteks Uni Eropa, ada sanksi Pelanggaran.  Organisasi yang melanggar GDPR dapat dikenakan denda yang signifikan.  Contoh Penerapannya adalah keharusan melakukan tahap persetujuan. Jika sebuah perusahaan apalagi ‘negara lain’ ingin mengumpulkan data pribadi pengguna, mereka harus mendapatkan persetujuan yang jelas dan eksplisit dari pengguna, bukan hanya dengan menyertakan persetujuan tersebut dalam syarat dan ketentuan yang panjang.

Persyaratan keamanan data: Perusahaan, dan pihak Kominfo-data digital RI harus mengambil langkah-langkah yang tepat untuk melindungi data pribadi dari akses yang tidak sah, kehilangan, atau pencurian. Juga mengatur klausa ‘Hak untuk Dilupakan’: Jika seorang individu meminta data pribadinya dihapus dari sistem perusahaan, perusahaan harus memenuhi permintaan tersebut (kecuali ada alasan hukum yang kuat untuk tidak melakukannya).

GDPR dapat menjadi cermin bagi Presiden Prabowo ketika berhadapan dengan Presiden Trump. Indonesia mesti memiliki peraturan yang komprehensif dan kuat yang bertujuan untuk melindungi data pribadi WNI dan memberikan mereka kendali lebih besar atas data mereka. Peraturan ini memiliki implikasi yang signifikan bagi organisasi di seluruh dunia yang beroperasi di atau berhubungan dengan Indonesia termasuk AS.

Selain itu, Presiden Prabowo perlu melakukan ‘Penguatan Infrastruktur Digital Nasional’

Pemerintah harus mengembangkan pusat data nasional (national data centers) dan mendorong penguatan industri cloud lokal agar tidak selalu bergantung pada layanan asing. Dalam beberapa tahun ke depan, Presiden Prabowo perlu melakukan ‘Negosiasi Ulang Perjanjian Digital’, walaupun telah menerima syarat AS untuk diberikan kebijakan tariff 19%. Pihak Indonesia harus menegosiasikan ulang kerja sama digital dengan AS agar memberi ruang pada kebijakan GDPR seperti yang diberlakukan UE, lokalisasi data, audit algoritma, dan kewajiban transparansi platform asing. Presiden Prabowo dan tim Kominfo, masih memiliki pekerjaan rumah utuk terus melakukan pendidikan literasi digital politik. WNI perlu memahami bahwa data pribadi mereka adalah sumber kuasa dalam era digital. Literasi ini penting agar publik tidak sekadar menjadi konsumen pasif, melainkan aktor politik digital.

Posisi Penulis: Diplomasi Kuat dan Proteksi Domestik

Penulis berpendapat bahwa Indonesia tidak boleh terus-menerus berada dalam posisi subordinat terhadap Amerika Serikat dalam hal akses dan penguasaan data digital yang terkait dengan kebijakan perdagangan kedua belah negara. Kedaulatan data WNI adalah hak politik, bukan sekadar isu teknis. Komunikasi politik dalam era Prabowo harus memperkuat posisi tawar Indonesia dalam negosiasi digital global. Gunakan argumentasi GDPR Uni Eropa.  Alih-alih mengejar investasi digital secara membabi buta, Indonesia harus membangun “bargaining position” yang setara: memberikan akses teknologi dengan syarat adanya transfer teknologi, pembukaan kode algoritma, dan pemrosesan data di wilayah yurisdiksi Indonesia. Kedaulatan data warga negara adalah fondasi demokrasi digital yang sehat yang sejalan dengan ide Jurgren Habbermas tentang ruang public yang setara. Dalam lanskap komunikasi politik global, dominasi AS melalui korporasi digital adalah bentuk baru imperialisme yang mengancam kebebasan dan kedaulatan informasi. Indonesia, di bawah pemerintahan Prabowo, harus berani bersikap: membangun proteksi dalam negeri dan memperjuangkan keadilan digital global. Tidak ada kedaulatan politik tanpa kedaulatan data.**

Penulis: Syafuan Rozi*
*)Peneliti Ahli Utama PRP IPSH BRIN/Dosen Politik Era digital IISIP Jakarta

Referensi:

Castells, M. (2009). Communication power. Oxford University Press.”
Lasswell, H. D. (1948). The structure and function of communication in society. In L. Bryson (Ed.), The communication of ideas (pp. 37–51). Harper and Row.
Zuboff, S. (2019). The age of surveillance capitalism: The fight for a human future at the new frontier of power. Public Affairs.
U.S. Congress. (2018). Clarifying Lawful Overseas Use of Data Act (CLOUD Act). https://www.congress.gov/bill/115th-congress/house-bill/4943
European Union. (2016). General Data Protection Regulation (GDPR). https://eur-lex.europa.eu/legal-content/EN/TXT/?uri=CELEX:32016R0679 Ministry of Communication and Informatics Republic of Indonesia. (2023). Draft of Data Protection Bill. Retrieved from https://www.kominfo

Print Friendly, PDF & EmailCetak ini
Tags: ASIndonesiakomunikasi politikperjanjian dagangPrabowo Subiantotrump
Advertisement Banner

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recommended

Jet tempur dan kapal selam yang telah dibeli Singapura untuk memperkuat perangkat perang

Singapura Tiba-tiba Perkuat Peralatan Perang, Ada Apa?

Sound Horeg Haram, Ini Alasan Fatwa Ponpes Besuk Pasuruan

Dampak Negatif dan Solusi Dinamika Sound Horeg

Bendera merah putih raksasa yang terbentang di Kediri

Bendera Merah Putih Raksasa Berkibar di Kediri

  • Habis Mak Rini Terbitlah Rijanto-Beky, PAN: Bukan Pertandingan Balas Dendam, Tapi…

    Soal Jabatan Sekda Pemkab Blitar Terkesan Slintutan

    1454 shares
    Share 582 Tweet 364
  • Kepemilikan tanah dengan Letter C, Petuk D, dan Girik mulai tahun 2026 tidak berlaku. Mulai urus sekarang juga !

    15460 shares
    Share 6184 Tweet 3865
  • Djarum Grup Akuisisi Bakmi GM, Pendapatannya Bikin Melongo

    16599 shares
    Share 6640 Tweet 4150
  • Mengenang Gus Im Adik Gus Dur: Excuse Me While I Kiss The Sky

    583 shares
    Share 233 Tweet 146
  • Pamer Hummer Listrik 4,5 M, “Rahasia” Ketenaran Gus Iqdam Dibongkar Netizen

    10866 shares
    Share 4346 Tweet 2717

Bacaini.id adalah media siber yang menyajikan literasi digital bagi masyarakat tentang politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pertahanan keamanan, hiburan, iptek dan religiusitas sebagai sandaran vertikal dan horizontal masyarakat nusantara madani.

© 2020 - 2025 PT. BACA INI MEDIA. Hak cipta segala materi Bacaini.ID dilindungi undang-undang.
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Beriklan
  • Redaksi
  • Privacy Policy
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL

© 2025 PT. BACA INI MEDIA. Hak cipta segala materi Bacaini.ID dilindungi undang-undang.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist