Bacaini.id. KEDIRI – Sempat kosong karena terjerat korupsi bantuan sosial, Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar melantik Paulus Luhur Budi Prasetya sebagai Kepala Dinas Sosial. Sebelumnya Paulus menjabat sebagai Kepala Bagian Pemerintah Kota Kediri.
Pelantikan Paulus sebagai Kepala Dinas Sosial dilakukan di Ruang Jayabaya Balai Kota Kediri, Jumat 17 Juni 2022. Wali kota berharap agar Paulus bisa menjaga integritas dan bergerak cepat menyusun program pengentasan kemiskinan. “Mudah-mudahan Pak Paulus bisa bekerja lebih cepat, tepat, tuntas dan detail. Jaga selalu integritas,” pesan Abu Bakar yang dirilis Dinas Kominfo Kota Kediri.
Dengan pelantikan ini, Abu Bakar berharap kinerja Dinas Sosial bisa lebih optimal. Sebagai pejabat baru Paulus diminta tidak berkonsolidasi terlalu lama dan cepat menyesuaikan diri.
Salah satu tugas Dinas Sosial, menurut Abu Bakar, adalah memetakan kemiskinan dan mengentaskan melalui program. Apalagi di masa pandemi ini masih banyak warga yang harus dibantu. “Saya minta Pak Paulus bisa bekerja lebih cepat dan memiliki terobosan baru. Khususnya pada permasalahan data. Saya ingin kita punya basis data yang bisa kita baca setiap hari,” ungkapnya.
Korupsi Bansos
Sebelum pelantikan tersebut, Kantor Dinas Sosial Kota Kediri dipimpin oleh Ferry Djatmiko sebagai pelaksana tugas. Penunjukan asisten wali kota tersebut untuk menggantikan Kepala Dinas Sosial Triyono Kutut Purwanto yang ditahan Kejaksaan Negeri Kota Kediri karena korupsi.
Bersama petugas pendamping Sri Dewi Roro, Triyono Kutut menggarong bantuan sosial yang diberikan kepada masyarakat. Kejaksaan menaksir angka kerugian negara mencapai Rp1,5 milyar. Dari kerugian tersebut, keduanya telah mengembalikan Rp564 juta.
Modusnya adalah merekomendasikan tiga supplier bahan pokok kepada pemilik e-warong (elektronik warung gotong royong). Ketiganya menyuplai komoditas kebutuhan pokok berupa beras, telur, dan kacang-kacangan yang hendak diberikan kepada masyarakat.
Atas rekomendasi tersebut, Triyono Kutut dan Sri Dewi meminta imbalan berupa fee dari setiap transaksi bansos. Nilainya cukup fantastis, yakni Rp1 milyar untuk Triyono Kutut dan Rp500 juta untuk Sri Dewi.
Saat ini kasus tersebut sudah mulai disidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya. Mereka dijerat pasal 12, 11, dan 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya paling rendah 4 tahun penjara.
Penulis: HTW