• Login
  • Register
Bacaini.id
Monday, June 16, 2025
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL
No Result
View All Result
Bacaini.id

Legenda Mbah Djugo yang Dihadiahi Tanah Bupati Blitar

ditulis oleh Editor
15/06/2025
Durasi baca: 4 menit
542 6
0
Legenda Mbah Djugo yang Dihadiahi Tanah Bupati Blitar

Legenda Mbah Djugo yang Dihadiahi Tanah Bupati Blitar (foto/instagram)

Bacaini.ID, BLITAR – Hari ke-37 usai menjalani tirakat tapa ngelowong selama 36 hari Eyang Djugo atau Mbah Djugo berjalan keluar dari padepokannya di lereng Gunung Kawi Malang.

Tapa ngelowong adalah laku tirakat masyarakat Jawa lama. Tidak makan dan minum dan hanya menghirup udara alam semesta.

Hari itu Minggu Legi tahun 1879, bulan Selo dalam penanggalan Jawa.

Diiringi Raden Mas Iman Sudjono, putra angkatnya dan sejumlah cantrik padepokan, Mbah Djugo berjalan menuju sebuah liang lahat.

Liang berlokasi tidak jauh dari padepokan itu konon sudah disiapkan 7 tahun silam. Digali dengan tangannya sendiri.

Mbah Djugo kemudian masuk ke dalamnya. Dikisahkan dalam buku Riwayat Ejang Djugo Panembahan Gunung Kawi, ia duduk bersila memejamkan mata.

Tidak berlangsung lama ajal menjemputnya. Mbah Djugo tutup usia

Tabib Sakti

Pada tahun 1870, sebelum Mbah Djugo tutup usia, wabah penyakit kolera melanda sebagian besar penduduk pulau Jawa. Kematian terjadi di mana-mana.

Tidak terkecuali di Desa Djugo atau Jugo Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar. Orang Jawa menyebutnya masa pagebluk

Sejarawan Susan Blackburn menyebut wabah kolera pecah di Hindia Belanda mulai tahun 1820. 

Pada situasi genting itu muncul seorang laki-laki tua di Desa Djugo yang kemudian dikenal dengan nama Mbah Djugo.

Laki-laki dengan perawakan jangkung, berbadan kurus, kulit terang kemerahan seolah banyak tersiram matahari.

Ia memiliki kumis dan jenggot yang panjang serta daun telinga yang mencuri perhatian lantaran terlihat lebih besar.

Kehadiran Mbah Djugo disambut warga desa dengan antusias. Warga menghiba pengobatan dan perlindungannya.

“Ketika menampak kedatangannya, penduduk Desa Djugo memburu dengan menangis sebagai anak-anak melihat ibunya datang dari bepergian jauh,” demikian dikutip dari buku Riwayat Ejang Djugo Panembahan Gunung Kawi.

Mbah Djugo muncul dari arah hutan. Ia berjalan ke arah kandang sapi yang sudah tidak terpakai dan berhenti di sana.

“Hayo, siapa yang sakit boleh datang kemari, yang tidak bisa jalan boleh suruhan orang saja membawa air di botol atau bumbung. Nanti kuberi obat supaya waras kembali,” selorohnya.

Wadah-wadah berisi air yang dibawa warga dikumpulkan di depannya. Ada cangkir, kelowoh dan bumbung.

Mbah Djugo hanya diam dengan pandangan terarah pada semua wadah air. Tak lama kemudian air itu dimintanya untuk dibawa pulang.

Diminumkan kepada yang sakit. Atau dioleskan pada bagian tubuh yang sakit. Banyak warga yang merasa sembuh, sehat seperti sedia kala.

Kabar tentang tabib sakti bernama Mbah Djugo dalam sekejap menyebar ke desa lain sampai wilayah Sumberpucung dan Kepanjen (Kabupaten Malang). 

Kabar juga menyebar ke wilayah Wlingi hingga Kota Blitar. Tidak lama kemudian wabah kolera yang terjadi di wilayah Blitar, Malang hingga Kediri, termasuk pesisir pantai selatan berakhir.

Bupati Blitar beri hadiah

Kabar tentang tabib sakti Mbah Djugo sampai ke telinga Bupati Blitar Kanjeng Pangeran Warsokusumo.

Bupati memberinya hadiah sebidang tanah bebas pajak di Desa Djugo yang oleh Mbah Djugo kemudian didirikan rumah dan jadi padepokan.

Pemberian hadiah sebagai wujud terima kasih bupati lantaran banyak warga Blitar yang telah diselamatkan dari wabah kolera.

Padepokan Mbah Djugo di Desa Djugo Kesamben banyak didatangi penduduk yang hendak berobat, mulai rakyat jelata hingga golongan para priyayi.

Pada tahun 1876, Mbah Djugo memutuskan meninggalkan padepokan dan pindah ke lereng Gunung Kawi, wilayah Kabupaten Malang.

Ia kembali mendirikan padepokan. Setelah meninggal di lereng Gunung Kawi tahun 1879, amaliyah (laku) Mbah Djugo dilanjutkan Iman Sudjono, putra angkatnya, keturunan bangsawan Kerajaan Mataram.

Makam Iman Sudjono berdampingan dengan makam Mbah Djugo yang setiap hari Jumat Legi selalu dibanjiri peziarah dari mana-mana.

Hingga kini tidak ada yang tahu persis asal Mbah Djugo. Orang Tionghoa lebih suka memanggilnya Thay Lo Su yang berarti Kiai Guru Tua.

Sedangkan Mbah Iman Sudjono dipanggil Djie Lo Su yang berarti Kiai Guru yang kedua.

Penulis: Solichan Arif

Print Friendly, PDF & EmailCetak ini
Tags: blitarbupati blitarlegenda mbah djugombah djugotanah bebas pajak
Advertisement Banner

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recommended

Kesadaran Membayar Pajak Masih Rendah

Kerja Pajak Loyo, Prabowo Bentuk Badan Otorita Penerimaan Negara (BOPN)

Profil Gusti Irwan Wibowo alias Gustiwiw, Musisi Pencetus  Aliran Endikup

Profil Gusti Irwan Wibowo alias Gustiwiw, Musisi Pencetus Aliran Endikup

Legenda Mbah Djugo yang Dihadiahi Tanah Bupati Blitar

Legenda Mbah Djugo yang Dihadiahi Tanah Bupati Blitar

  • Kepemilikan tanah dengan Letter C, Petuk D, dan Girik mulai tahun 2026 tidak berlaku. Mulai urus sekarang juga !

    15331 shares
    Share 6132 Tweet 3833
  • Djarum Grup Akuisisi Bakmi GM, Pendapatannya Bikin Melongo

    16579 shares
    Share 6632 Tweet 4145
  • Pamer Hummer Listrik 4,5 M, “Rahasia” Ketenaran Gus Iqdam Dibongkar Netizen

    10857 shares
    Share 4343 Tweet 2714
  • Warna Bulu Kucing Ternyata Menunjukkan Wataknya

    4960 shares
    Share 1984 Tweet 1240
  • Eks Kapolres Trenggalek Terungkap Bawa Arca Durga ke Bogor

    2801 shares
    Share 1120 Tweet 700

 

Bacaini.id adalah media siber yang menyajikan literasi digital bagi masyarakat tentang politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pertahanan keamanan, hiburan, iptek dan religiusitas sebagai sandaran vertikal dan horizontal masyarakat nusantara madani.

  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Beriklan
  • Redaksi
  • Privacy Policy

© 2025 PT. BACA INI MEDIA. Hak cipta segala materi Bacaini.ID dilindungi undang-undang.

No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL

© 2025 PT. BACA INI MEDIA. Hak cipta segala materi Bacaini.ID dilindungi undang-undang.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist