Bacaini.id, KEDIRI – Keberadaan makhluk tak kasat mata sudah ditakdirkan hidup berdampingan dengan manusia. Mereka juga beranak pinak seperti manusia dengan beragam sifat dan perilaku.
Sayangnya, tatanan itu kerap tak berjalan harmonis ketika salah satu dari mereka mencoba masuk ke dimensi lain. Entah manusia yang masuk ke alam mereka atau sebaliknya.
Tak sekedar menampakkan diri. Makhluk tak kasat mata itu juga sering berbuat usil dan mengganggu manusia. Mulai mengeluarkan suara, menampakkan wujud dengan rupa menyeramkan, ataupun memindahkan barang di sekitar kita.
Jika sudah demikian, dibutuhkan seorang pawang hantu yang mampu berkomunikasi dan mengembalikan ke alam mereka. “Dulu ada yang paling ampuh mengendalikan hantu, namanya Mbak Man,” tutur Sudjinem, warga Kelurahan Sukorame, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri saat berbincang dengan bacaini.id, Kamis, 19 Januari 2023.
Bagi warga Sukorame dan sekitarnya, kemampuan Mbah Man untuk berkomunikasi dengan makhluk halus sangat terkenal. Mbah Man sering dimintai tolong memindahkan hantu yang mengganggu.
Perempuan berusia 71 tahun itu menceritakan jika kawasan Sukorame pada tahun 1970-an masih sepi. Belum banyak warga yang bermukim di area Jalan Dr. Sahardjo tempatnya tinggal. Apalagi kawasan itu bersebelahan langsung dengan area Pondok Pesantren Lirboyo yang dikenal wingit. Terutama area kuburan Dempul yang tak jauh dari desa itu.
Tak banyak yang berani mendirikan rumah di sana. Selain gelap dan wingit, lahan di kanan kiri jalan masih berupa sawah dengan kedalaman setinggi orang dewasa dari permukaan jalan. Belum lagi keberadaan pohon-pohon besar seperti pohon asem. “Kawasan Lirboyo malah lebih gelap karena dipenuhi tanaman tebu,” kata Sudjinem.
Kondisi itu diperparah oleh keberadaan Sungai Kedak yang melintas tak jauh dari sana. Kala itu aliran sungai masih deras dan rimbun oleh pohon bambu.
Setiap habis Maghrib dipastikan tak ada yang berani melintas di jalan itu. Warga memilih mengambil jalan lain atau menunggu teman melintas di perempatan Sukorame.
Salah satu yang paling ditakuti adalah pohon asem di depan rumah Sudjinem. Mereka kerap melihat orang duduk di bawah pohon asem setelah maghrib. “Wajahnya bisa sangat mengerikan atau bahkan tanpa kepala,” terang Sudjinem.
Selain menampakkan diri di depan rumah, hantu yang lain juga sering mengganggu aktivitas keluarga Sudjinem di dalam rumah. Mulai wujud anak kecil berlarian yang tiba-tiba hilang, sampai penampakan orang setinggi atap rumah. Makhluk-makhluk itu juga sering menggerakkan perabotan rumah dan membuat panik penghuninya.
“Pernah tempat tidur saya digoyang-goyang saat tidur. Sampai kaget saya kira ada gempa,” cerita Sudjinem. Saat diperiksa tak ada siapapun di kamarnya.
Melihat kondisi rumahnya yang mulai horor, Sudjinem meminta bantuan Mbah Man untuk turun tangan. Tak menunggu lama Mbah Man datang ke rumahnya. Pria tua yang sehari-hari beraktivitas di kebun itu hanya duduk sambil menghisap rokok kelobot di rumah Sudjinem. Dia tak banyak bercakap selain menghisap rokok.
Sesaat kemudian Mbah Man bergerak ke pohon asem di depan rumah. Dari jauh dia terlihat berbicara dengan seseorang yang tak kelihatan. “Iki omahe putuku. Ojo diganggu. Kowe tak pindah nang cedak kali yo, manuto,” kata Mbah Man di depan pohon asem.
Tak berselang lama Mbah Man pamit pulang ke rumahnya. Dia berjanji akan memindahkan hantu-hantu itu di malam yang telah disepakati.
Pada hari yang ditentukan Mbah Man kembali ke rumah Sudjinem. Kali ini dia datang membawa pikulan yang biasa digunakan mengangkut hasil bumi. Pikulan itu memiliki dua keranjang di bagian depan dan belakang.
Entah bagaimana prosesnya, tiba-tiba Mbah Man menurunkan pikulannya ke tanah. Selanjutnya dia mengangkat kembali pikulan di bahu kanannya untuk dibawa pergi.
Anehnya tak nampak secuilpun benda yang berada di dalam keranjang pikulannya. Keranjang itu tampak kosong melompong.
Hanya saja saat diangkut Mbah Man, keranjang itu terlihat cukup berat. Gagang pikulannya terlihat melengkung karena beban yang diangkat. Pikulan itu mengeluarkan suara ‘krit…krit’ saat dibawa Mbah Man menuju bantaran Sungai Kedak.
Tiba di bawah pohon kluwih, Mbah Man menurunkan pikulannya. Dia meletakkan keranjangnya di tanah dan meminta ‘penumpangnya’ pergi. “Wis tak pindah nang wit kluwih. Ora bakal ganggu,” katanya kepada Sudjinem.
Sejak itu hantu yang mengganggu rumah Sudjinem tak lagi muncul. Namun Mbah Man yang diandalkan sebagai pawang hantu juga telah wafat.
Penulis: Hari Tri Wasono
Tonton video: