Bacaini.id, KEDIRI – Ibadah puasa adalah kewajiban setiap Muslim di dunia, tak terkecuali Mbah Hawi. Saking taatnya beribadah, kakek berusia 80 tahun ini lebih mementingkan puasa dibanding mencari uang.
Keputusan itu dilakukan Mbah Hawi bukan lantaran dirinya seorang kaya raya. Mbah Hawi adalah penjual kerupuk lemo, kerupuk yang dibuat dari ketela. Setiap hari dia menjajakan kerupuk lemo dengan berkeliling desa.
Namun sejak ramadan berlangsung, Mbah Hawi tak lagi keliatan berjualan kerupuk. Dia juga tak terlihat di tempat biasanya mangkal.
Ditemui di kediamannya di Desa Manyaran, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri, Mbah Hawi mengaku sedang libur berjualan. Dia memilih fokus menjalankan ibadah puasa dan tidak melakukan aktivitas di luar rumah. “Kalau puasa sambil jualan saya sudah tidak kuat,” kata Mbah Hawi kepada Bacaini.id, Senin, 25 April 2022.
Mbah Hawi mengatakan berjualan kerupuk lemo adalah satu-satunya kegiatan untuk menyambung hidup. Jika dagangannya habis terjual, dalam satu hari dia bisa pulang dengan membawa uang sekitar Rp30 sampai Rp50 ribu. Uang yang tidak seberapa itu sebagian digunakan kembali untuk belanja bahan membuat kerupuk. Sisanya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Menggunakan sepeda angin yang sudah butut, Mbah Hawi membonceng gerobak kerupuk berkeliling desa. Bukannya dikayuh, Mbah Hawi hanya mampu mendorong gerobak sepedanya sambil berjalan. Kedua kakinya sudah tak kuat lagi mengayuh.
Menyadari perannya sebagai kepala rumah tangga, Mbah Hawi tak pernah melepas tanggung jawab menghidupi istri dan anaknya. Dibantu istrinya Rusmini, Mbah Hawi membuat kerupuk lemo dengan tangan sendiri. Di usia yang sangat renta, pasangan suami istri ini masih harus menghidupi anak bungsunya yang sejak kecil menderita gangguan mental.
Setiap hari Mbah Hawi berkeliling lima desa dengan jarak lebih dari tiga kilometer. Dengan usia dan kondisi fisik yang renta, Mbah Hawi tetap ikhlas menjalani pekerjaannya sebagai penjual kerupuk lemo yang sudah dilakoninya selama lebih dari 30 tahun.
“Dulu saya sempat ikut orang jadi buruh bikin kursi. Tapi sekarang ya sudah tidak kuat, mata saya juga sudah tidak begitu jelas untuk melihat,” katanya.
Rusmini mengatakan untuk berjualan kerupuk lemo, setiap hari suaminya selalu berangkat pagi sekitar pukul 06.00 WIB dan pulang pukul 14.00 WIB. Tetapi saat bulan puasa Mbah Hawi tidak lagi melakukan pekerjaannya. Dia memilih untuk menjalankan ibadah puasa dengan resiko tak bisa berjualan. “Kalau jualan pulang bawa uang Rp50 ribu, itu kalau kerupuknya habis. Kalau puasa libur dulu jualannya,” kata Rusmini.
Setiap bulan Ramadan dia bersama suaminya memang selalu menjalankan ibadah puasa. Sebagai seorang istri, dia selalu mendukung keputusan suaminya, terlebih untuk ibadah. “Masih ada uang yang disisihkan, Alhamdulillah masih cukup,” imbuhnya.
Pasangan ini memiliki tujuh anak yang sudah hidup mandiri bersama keluarga masing-masing. Mereka hanya mengasuh satu anak bungsu yang mengalami gangguan mental.
“Anak-anak saya tinggalnya jauh. Sekarang di rumah hanya bertiga, tidak apa-apa, yang penting sabar, ikhlas. Semoga bapak (Mbah Hawi) juga diberi sehat dan rejeki, untuk makan saja sudah syukur,” ujarnya.
Penulis: AK.Jatmiko
Editor: Novira