Bacaini.id, NGANJUK – Sosok Eyang Jolobong, terkenal sebagai Robin Hood dari Nganjuk. Semasa hidupnya, Eyang Jolobong menjadi perampok harta orang-orang kaya yang kemudian hasilnya dibagikan kepada masyarakat miskin.
Bacaini.id mencoba menelusuri kisah hidup Eyang Jolobong yang makamnya terletak di Dusun Selopuro Desa/Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk sekitar 200 meter ke arah tenggara dari lokasi longsor yang terjadi tahun 2021 lalu.
Tokoh Desa Ngetos, Aris Trio Effendi mengatakan, Eyang Jolobong berasal dari DI Yogyakarta yang datang ke Kabupaten Nganjuk atau Kadipaten Berbek, kala itu, sekitar tahun 1810.
Bersama kelompoknya, Eyang Jolobong ikut berperang melawan kolonial Belanda. Kemiskinan yang mendera rakyat Indonesia pada masa jajahan membuat Eyang Jolobong dkk juga melawan kemiskinan dengan cara mereka sendiri.
“Eyang Jolobong berjuang di wilayah kedipaten Berbek seperti Robin Hood. Bergerilya bersama kelompoknya sambil mengambil harta benda orang Eropa dan Cina untuk diberikan kepada masyarakat yang betul-betul miskin,” kata Aris kepada Bacaini.id, Sabtu, 25 Juni 2022.
Hal itu dilakukan Eyang Jolobong bersama kelompoknya karena mereka menganggapnya sebagai praktek penjajahan yang memiskinkan rakyat. Sekitar 10 tahun kemudian, perjuangan Eyang Jolobong dkk pada akhirnya berhasil ditumpas kolonial Belanda.
Eyang Jolobong bersama kelompoknya ditangkap tahun 1820. Adipati Berbek, Kanjeng Djimat kemudian membebaskan kelompok Eyang Jolobong dengan syarat. Mereka harus membantu Kyai Abdul Hamid yang merupakan tokoh masyarakat di Kecamatan Ngetos sekaligus kerabat dari Kanjeng Djimat.
“Eyang Jolobong dijadikan tokoh di Ngetos untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pertanian, membuat jalur air, perekonomian dan yang lainnya agar kehidupan masyarakat bisa lebih sejahtera,” terangnya.
Kemudian, lanjut Aris, pada tahun 1827-1828 datang kembali pasukan Tumenggung Sosrodilogo dari Yogyakarta. Selain mengirim sejumlah pasukan, Tumenggung Sosrodilogo juga mengirimkan makanan ke Kecamatan Ngetos. Hingga pada akhirnya, Eyang Jolobong kembali ikut berperang melawan penjajah bersama dengan masyarakat sekitar.
“Kejadian itu jelas dan ada datanya. Salah satu bukti adalah adanya makam salah satu pasukannya di Argojali. Kisah perjuangan Eyang Jolobong terdapat dalam naskah yang ditulis menggunakan aksara jawa oleh Kyai Abdul Hamid yang hingga kini masih tersimpan dengan baik,” tandasnya.
Hingga kini makam Eyang Jolobong masih disakralkan oleh penduduk sekitar dan sering dikunjungi untuk berziarah terutama saat masa tanam dan panen padi juga ketika masyarakat menghadapi masalah apapun yang berhubungan dengan pertanian.
Penulis: Asep Bahar
Editor: Novira