Bacaini.id, TRENGGALEK – Kirab Mahesa atau kerbau untuk ritual Nyadran Dam Bagong menjadi salah satu bagian sakral bagi masyarakat Kelurahan Ngantru, Trenggalek. Ini menjadi pertama kalinya dalam ritual nyadran yang digelar rutin setiap tahun.
Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin mencoba melakukan rekonstruksi kembali sejarah yang melatarbelakangi digelarnya Nyadran Dam Bagong. Dimana pada jaman dulu tokoh bernama Menak Sopal meminjam Gajah Putih milik Mbok Roro Krandon dan sesuai akadnya, gajah itu akan dikembalikan
Namun yang terjadi, akad pinjam dengan kenyataannya berbeda. Gajah Putih itu akhirnya disembelih sebagai syarat pembangunan Dam Bagong. Kini, hal itulah yang coba diubah oleh Bupati Arifin.
Menurutnya masyarakat Krandon sudah ikhlas jika gajah itu disembelih karena manfaatnya dirasakan oleh masyarakat luas. Dari sinilah kedua desa tersebut coba dijadikan satu rangkaian sebagai asal-usul dari upacara adat di Dam Bagong.
Awalnya, kerbau untuk nyadran disinggahkan dulu di Desa Kerjo selama satu malam baru kemudian dikirab menuju Pendopo Manggala Praja Nugraha Trenggalek. Lalu, Mahesa kembali dikirab menuju Dam Bagong.
Runtutan kirab dimulai dari Bregodo yang menyerahkan Mahesa kepada Bupati Trenggalek. Kemudian bupati menyerahkan kembali kerbau tersebut untuk dibawa ke Dam Bagong sekaligus dengan peralatan yang digunakan untuk proses penyembelihan.
“Jadi kegiatan hari ini sebenarnya kegiatan rutin tahunan, yaitu nyadran Dam Bagong ditandai dengan sedekahan daging kerbau kepada masyarakat di Desa Ngantru. Hari ini kita mencoba melebur dan menyatukan dengan niat sedekahan. Besok baru kita lakukan nyadran Dam Bagong,” ujar Bupati Arifin, Kamis, 15 Juni 2023.
Rangkaian kegiatan Nyadran Dam Bagong sudah dimulai pada hari Rabu, 14 Juni 2023 malam. Dijelaskannya bahwa nyadran ini merupakan wujud rasa syukur warga lingkungan sekitar dan petani yang sawahnya dialiri air dari Dam Bagong.
Mereka bersyukur karena sebelumnya Trenggalek merupakan rawa-rawa tandus yang kering ketika musim kemarau dan banjir ketika musim penghujan. Kondisi tersebut berubah saat Menak Sopal membangun bendungan kecil di Tlatah Mbagongan.
Sedangkan cerita-cerita lain dibalik pembangunan Dam Bagong, ada kisah penyembelihan Gajah Putih milik Mbok Roro Krandon menjadi cikal bakal upacara adat nyadran hingga saat ini.
“Cuma hewan yang disembelih digantikan dengan seekor kerbau,” imbuh Bupati Arifin.**