• Login
  • Register
Bacaini.id
Wednesday, May 14, 2025
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL
No Result
View All Result
Bacaini.id

Kenapa Golongan Sayid Begitu Dihormati Orang Jawa?, Ini Akar Sejarahnya

ditulis oleh redaksi
13/05/2024
Durasi baca: 6 menit
533 11
0
Kenapa Golongan Sayid Begitu Dihormati Orang Jawa?, Ini Akar Sejarahnya

Bacaini.id, KEDIRI – Orang-orang Arab asal Hadramaut (Yaman) yang hijrah ke Pulau Jawa dalam waktu cepat menyebar di mana-mana sebagai komunitas sosial baru.

Di Jawa Timur, sebaran terbesar orang-orang Arab berada di wilayah Surabaya, Gresik, Bangil (Pasuruan), Bondowoso dan Sumenep.

Jika saat ini menjumpai komunitas orang-orang Arab yang hidup sukses di Kediri, Blitar, Tulungagung dan sekitarnya, hal itu merupakan pengembangan atau turunan dari penyebaran gelombang awal.

Di Jawa Tengah, gelombang persebaran orang Arab berada di wilayah Pekalongan dan Tegal. Sebaran terbesar juga ditemui di wilayah Cirebon Jawa Barat dan Batavia (Jakarta).

Bahkan pada tahun 1930-an, sebanyak 700 anggota keluarga al-Attas, yakni salah satu keluarga terkenal Arab, hijrah ke Batavia. Sebagian besar mengklaim sebagai golongan Sayid dari kota Huraidah.

Golongan sayid di masyarakat Hadramaut diketahui menempati struktur sosial tertinggi. Mereka mengklaim sebagai dzurriyah (keturunan) Nabi Muhammad SAWmelalui jalur Sayidina Husein, putra Ali bin Abi Thalib dengan Siti Fatimah.

Golongan sayid juga mendapat sebutan Ba-’Alawi atau Alawi, yang merujuk pada nama Alawi, cucu leluhur klan Ahmad bin Isa yang lebih dari 1.000 tahun hijrah ke Hadhramaut dari Basrah, Irak.

“Sayid memandang diri sebagai garis keturunan bangsawan yang lebih murni daripada keturunan Nabi Muhammad di negeri-negeri lain,” tulis E Gobee dan C Adriaanse dalam Ambtelijke adviezen van.C. Snouck Hurgronje (1889-1936).

Golongan sayid di Hadramaut menempati kelas sosial sebagai bangsawan agama. Mereka bertugas mengurusi kerohanian, kependidikan dan politik di masyarakat, termasuk terlibat dalam kegiatan ekonomi.

Golongan sayid juga menguasai tanah dan secara ekonomi hidup dari berdagang. Posisi sosial yang tinggi itu membuat keturunan sayid mendapat perlakuan istimewa di masyarakat, yakni dijunjung tinggi dan dihormati.

Setiap bertemu keturunan sayid, kelas sosial lebih rendah selalu “membuang waktu” untuk beruluk salam hormat sekaligus cium tangan. Makam-makam keturunan Sayid juga diyakini suci sekaligus tempat mengalab berkah.

“Di kalangan sayid banyak yang menjadi pemuka agama dan pendakwah, yang di beberapa daerah memiliki banyak pengikut di kalangan penduduk setempat. Sebagai keturunan Nabi Muhammad, mereka dihormati,” kata Huub De Jonge dalam Mencari Identitas, Orang Arab Hadhrami di Indonesia (1900-1950).

Yang juga perlu diketahui, di bawah golongan sayid, terdapat dua kelompok sosial yang menempati kelas menengah. Mereka adalah golongan syekh dan qabili yang sama-sama mengklaim keturunan Qahtan, leluhur semua orang Arab Selatan.

Syekhberkedudukan sosial lebih tinggi dari qabili dengan mengemban tugas sosial yang sama dengan sayid, namun populasi syekh berjumlah lebih sedikit dibanding golongan sayid.

Sedangkan qabili merupakan anggota suku di mana setiap suku memiliki wilayah kekuasaannya sendiri. Sementara lapisan sosial terbawah ditempati golongan masakinatau da’fayang berarti orang yang lemah.

Mereka terdiri dari pedagang, saudagar, buruh, pelayan dan budak yang asal muasalnya tak dianggap penting.

A.S. Bujra dalam The Politics of Stratafication, A Study of Political Change in a South Arabian Town (1971) menduga sebagian besar orang-orang Arab yang hijrah ke Asia Tenggara adalah golongan sayid.

“Mereka kebanyakan mampu mengumpulkan uang untuk perjalanan dan membawa sejumlah kecil modal untuk berdagang,” tulisnya.

Kebiasaan “feodal” orang-orang Arab di Hadramaut itu terus melekat dan dipelihara di Nusantara, khususnya Jawa.

Apalagi golongan masakin merupakan migran Arab terbesar kedua yang hijrah ke Jawa. Mereka datang ke Hindia Belanda untuk melayani kepentingan sayid dan syekh.

Sejumlah orang Arab di luar keturunan sayid, yakni terutama mereka yang berfikiran lebih moderat dan radikal, kurang menyukai kebiasaan feodal itu dan melawannya.

Pada tahun 1912 dan 1934, orang-orang Arab golongan sayid dan syekh di Jawa terlibat polemik panas. Polemik sengaja dipanaskan oleh orang-orang Arab berpikiran moderat.

Panasnya perseteruan bahkan nyaris menenggelamkan isu Pan Islamisme dan Nasionalisme Arab yang bersemi di Hindia Belanda. Polemik di antara golongan orang Arab di Jawa berawal dari berdirinya organisasi Jamiat Khair (Perhimpunan untuk Kebaikan) di Batavia.

Pada tahun 1901, Jamiat Khair didirikan dengan memikul tujuan merawat budaya Arab dan bahasa Arab di Hindia Belanda. Sebagai tindak lanjut, sekolah-sekolah didirikan dan mengirim para pemuda ke sejumlah negara Islam untuk melanjutkan pendidikan.

Polemik dipicu oleh Ahmad Soerkati, seorang guru Jamiat Khair rekrutan asal Sudan yang tiba-tiba menyerang prilaku para sayid di Jawa. Soerkati menuding sayid memiliki tindak tanduk aristokrat dan sekaligus angkuh.

Soerkati saat bertemu kepala komunitas Arab di Solo, menggugat masalah perkawinan dan cium tangan. Ia menegaskan perkawinan antara anak perempuan seorang sayiddengan laki-laki non sayid,dibolehkan.

Soerkati juga menggugat pemuliaan diri dan delusi kesucian kaum sayid. Ia menganjurkan tradisi cium tangan sayid dihapuskan. Soerkati yang diketahui pengikut Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha asal Mesir, mengajarkan kesetaraan semua mukmin.

Sikap Soerkati didukung komunitas Arab non sayid di Jawa, terutama syekh yang sudah lama ingin melepaskan diri dari pengaruh sayid. “Sayid sangat terhina dan merasa terancam,” tulis Huub De Jonge.

Pada tahun 1914, Ahmad Soerkati memutuskan keluar dari Jamiat Khair, dan mendirikan Jamiyah al-Islah-wal-Irsyad atau Al-Irsyad (Perhimpunan untuk Reformasi dan Kepemimpinan).

Ia berjuang mewujudkan emansipasi kelas bawah dalam komunitas Arab di Nusantara. Al-Irsyad diketahui mengutamakan kesetaraan semua orang (sama rata sama rasa), bukan keturunan.

Pertarungan antara kubu sayid dan syekhdi Hindia Belanda berlangsung sengit, sebab golongan sayid tidak berpangku tangan.

Sayiddengan Rabitah Alawiyahnya (Persatuan keturunan Nabi) menuding balik golongan syekhsebagai komunis, tukang fitnah dan pelaku bid’ah.

Sebaliknya golongan syekh mencela kelompok sayid sebagai manusia sombong, angkuh dengan prilaku yang bergelimang dosa.

Sementara pemerintah kolonial Belanda awalnya mendiamkan perpecahan di antara golongan orang-orang Arab di Jawa. Sebab Belanda sejak awal kurang menyukai kehadiran orang-orang Arab.

Snouck Hurgronje yang bertugas menjaga kepentingan kolonialisme Belanda, sejak awal berusaha menjauhkan pribumi Jawa dari keturunan Arab yang menurutnya identik Islam.

Snouck merupakan penasihat terpenting khusus Urusan Arab di Hindia Belanda (Islamitischeen Arabische Zaken). Snouck Hurgronje selalu mengaitkan soal Arab dan keturunan Arab di Nusantara dengan gerakan Pan Islam di Hindia Belanda.

Ia tidak ingin Islam dan gerakan Pan Islamisme meluas. Kolonial Belanda melihat konflik intenal orang Arab akan menenggelamkan isu Pan Islamisme.

Godard Arend Johannes Hazeu, penasihat Kantor Urusan Pribumi dan sekaligus murid Snouck Hurgronje, memperkuat premis itu dengan keterangan tertulis.

“Fanatisme dan Pan Islam, hal ini tidak dapat dibantah, tidak merupakan kata-kata kosong bagi pemerintah kita (Hindia Belanda), soal-soal ini dapat menimbulkan banyak keributan dan kekacauan di Pulau Jawa dan setiap waktu dapat menempatkan pemerintah dalam keadaan yang sangat sulit,” tulisnya.

Namun pemerintah kolonial Belanda ternyata kecolongan. Pada akhir tahun 1934 atau tepatnya 4 Oktober 1934, sebanyak 39 orang sayid dan syekh progresif muda yang lahir di Hindia Belanda menyatakan tidak lagi memandang Hadhramaut sebagai tanah air mereka.

Mereka memilih Indonesia sebagai tanah air, yakni nama yang sering dipakai kalangan nasionalis untuk menyebut Hindia Belanda. Kelompok pemuda keturunan Arab itu mendirikan Persatoean Arab Indonesia (PAI).

Mereka juga berikrar sebagai putra Indonesia yang akan berjuang untuk wilayah dan masyarakat Indonesia.

Lahirnya PAI sekaligus membebaskan hubungan sosial orang Arab Indonesia dengan Hadhrami, yang itu secara berangsur –angsur meredam pertikaian antara kaum sayiddan syekh di Nusantara.

”Perserikatan ini secara eksplisit menentang perpecahan dalam komunitas Arab dan berupaya meningkatkan kerja sama dan solidaritas di kalangan Arab Indonesia,” demikian dikutip dari Mencari Identitas, Orang Arab Hadhrami di Indonesia (1900-1950).

Penulis: Solichan Arif

Print Friendly, PDF & EmailCetak ini
Advertisement Banner

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recommended

98 Calon Haji Asal Trenggalek Diberangkatkan, Wabup Syah dan Istri Ikut dalam Rombongan

98 Calon Haji Asal Trenggalek Diberangkatkan, Wabup Syah dan Istri Ikut dalam Rombongan

Cerita Gus Dur Kritik Warga Nahdliyin: Mulai Kapan NU Ingat Bupati?

Usulan Gus Dur Untuk Nasib Soeharto di Awal Reformasi

Kisah Bencana Alam Terbesar yang Mengubah Dunia

Kisah Bencana Alam Terbesar yang Mengubah Dunia

  • Kepemilikan tanah dengan Letter C, Petuk D, dan Girik mulai tahun 2026 tidak berlaku. Mulai urus sekarang juga !

    15248 shares
    Share 6099 Tweet 3812
  • Djarum Grup Akuisisi Bakmi GM, Pendapatannya Bikin Melongo

    16568 shares
    Share 6627 Tweet 4142
  • Eks Kapolres Trenggalek Terungkap Bawa Arca Durga ke Bogor

    2791 shares
    Share 1116 Tweet 698
  • Jatim Provinsi Termaju ke-4 di Indonesia, di atas Jabar dan Jateng

    887 shares
    Share 355 Tweet 222
  • Pamer Hummer Listrik 4,5 M, “Rahasia” Ketenaran Gus Iqdam Dibongkar Netizen

    10852 shares
    Share 4341 Tweet 2713

 

Bacaini.id adalah media siber yang menyajikan literasi digital bagi masyarakat tentang politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pertahanan keamanan, hiburan, iptek dan religiusitas sebagai sandaran vertikal dan horizontal masyarakat nusantara madani.

  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Beriklan
  • Redaksi
  • Privacy Policy

© 2025 PT. BACA INI MEDIA. Hak cipta segala materi Bacaini.ID dilindungi undang-undang.

No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL

© 2025 PT. BACA INI MEDIA. Hak cipta segala materi Bacaini.ID dilindungi undang-undang.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist