Bacaini.ID, JEMBER – Antrean kendaraan yang mengular di depan SPBU jadi pemandangan biasa di Jember belakangan ini. Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) belum juga teratasi. Tapi menurut praktisi hukum sekaligus advokat PERADI, Don Ramadhan, situasi ini tak bisa semata dibebankan ke pundak pemerintah daerah.
“Penanganan krisis BBM ini bukan cuma tanggung jawab bupati. Apalagi distribusi BBM itu ranahnya pemerintah pusat,” kata Don saat ditemui di Jember, Selasa 29 Juli 2025.
Don merujuk pada Perpres 191/2014 tentang penyediaan dan pendistribusian BBM. Ia menjelaskan bahwa distribusi BBM, baik subsidi maupun non-subsidi, berada di tangan Pertamina dan Kementerian ESDM. Sementara pemkab, menurutnya, hanya punya kewenangan terbatas untuk pengawasan – itu pun kalau ada kerja sama resmi dengan BPH Migas.
“Jadi nggak adil kalau masyarakat hanya menyalahkan daerah. Mereka enggak pegang kendali penuh soal ini,” ujarnya.
Meski begitu, Don paham kalau masyarakat kecewa dan melampiaskannya pada kepala daerah. “Itu wajar dalam demokrasi. Bupati kan yang paling dekat dengan warga,” tambahnya.
Namun, yang lebih mengkhawatirkan menurut Don, adalah adanya indikasi permainan spekulan di balik krisis ini. Ia menduga sebagian warga yang ikut antre justru membeli BBM untuk dijual kembali.
“Sekarang banyak pengecer jual pertalite sampai Rp15 ribu, bahkan Rp20 ribu per liter. Padahal di SPBU cuma Rp10 ribu,” bebernya.
Situasi ini, kata Don, seharusnya jadi sinyal bagi aparat penegak hukum untuk turun tangan. Bukan sekadar mengatur antrean, tapi benar-benar menindak spekulan dan pihak-pihak yang mempermainkan distribusi.
“Satpol PP nggak punya wewenang soal ini. Yang punya dasar hukum ya kepolisian, berdasarkan UU Migas Nomor 22 Tahun 2001,” tegasnya.
Don berharap pemerintah pusat dan aparat penegak hukum segera bergerak. “Kalau dibiarkan, ini bisa jadi krisis yang lebih panjang. Yang dirugikan tetap rakyat kecil,” pungkasnya.
Penulis : Mega