Bacaini.id, KEDIRI – Tingginya minat bersepeda di Kota Kediri menumbuhkan banyak komunitas. Mulai yang berbasis usia hingga jenis sepeda yang dinaiki. Mereka punya massa riil yang aktif mengayuh sepeda di waktu senggang.
Salah satu komunitas yang cukup fenomenal adalah Kediri Night Ride. Komunitas ini terdiri dari para pesepeda yang hobi mengayuh sepeda di malam hari. Berawal dari sekelompok anak muda yang hobi bersepeda, mereka bersepakat mengayuh sepeda di malam Minggu secara berkelompok.
Lambat laun gerakan yang dimotori segelintir pesepeda ini tumbuh menjadi ribuan pengikut. Bahkan dalam sekali pemberangkatan, bisa melibatkan 3.000 pesepeda dari berbagai kalangan. “Itu gak ada yang mbayari dan jumlahnya mencapai ribuan,” kata Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar.
Melihat banyaknya jumlah pesepeda yang ada, Pemerintah Kota Kediri merespon dengan menyediakan fasilitas pendukung seperti jalur sepeda dan arena khusus. Penyediaan jalur sepeda ini merupakan paket program zona aman sekolah yang diinisiasi Dinas Perhubungan.
baca ini Tradisi Bersepeda Masyarakat Kota Kediri
Berdasarkan pemetaan jumlah pesepeda di tiap kecamatan, dibuatlah jalur sepeda di beberapa ruas jalan pada tahun 2017. Tujuannya adalah mengintegrasikan kawasan perumahan ke sekolah, dan perumahan ke pusat kegiatan. Setiap ruas jalan yang dipilih ‘dikurangi’ untuk jalur sepeda selebar 1,8 meter. Jalur ini ditandai dengan garis putih dan gambar sepeda di beberapa titik.
Beberapa ruas jalan yang dilengkapi jalur sepeda di antaranya Jalan Veteran, Penanggungan, Raung, Sudanco Supriyadi, KDP Slamet, dan Jalan Diponegoro. Jalur ini merupakan kawasan gedung sekolah yang banyak dilalui para pelajar.
Tak hanya itu, Pemerintah Kota Kediri juga membangun taman kota yang dilengkapi fasilitas bersepeda. Salah satunya Taman Brantas yang memiliki tanjakan buatan untuk komunitas BMX, pushbike, hingga skateboard. “Sayang kepedulian masyarakat kepada fasilitas ini masih rendah. Jalur sepeda banyak dikuasai PKL dan jadi lokasi parkir. Butuh penyadaran memang,” kata Abu Bakar.
Menurut Abu Bakar, pernah ada seorang pesepeda yang celaka setelah kepalanya tersangkut rombong PKL. Para pedagang kerap mendirikan rombong dan tenda jualan mereka di atas jalur sepeda. Demikian pula dengan warga yang memarkir kendaraan di sana.
Di luar itu, jalanan Kota Kediri diklaim sangat representatif bagi pesepeda. Selain lebar, permukaan jalan juga tidak bergelombang. Demikian pula kepadatan lalu lintas yang masih landai serta minimnya polusi udara.
Belakangan Pemerintah Kota Kediri juga aktif terlibat penyelenggaran event sepeda tingkat lokal dan nasional. Diantaranya adalah Kelud Uphill Challenge dan KAI Kediri Dholo KOM Challenge 2021 yang melibatkan peran Pemerintah Kabupaten Kediri sebagai pemangku wilayah.
Venue yang dijual adalah keindahan alam Gunung Wilis dan Gunung Kelud. Dua gunung itu memiliki karakter unik yang tidak sama dengan Ijen dan Bromo. Hanya saja, dua tempat tidak berada di kawasan Kota Kediri, melainkan wilayah Kabupaten Kediri.
“Kami memang tidak punya sumber daya alam seperti kabupaten, tetapi efek domino dari kegiatan itu bisa mendongkrak hunian hotel dan kuliner di wilayah Kota Kediri,” kata Abu Bakar.
Tak sekedar mengajak hidup sehat, Abu Bakar juga mengkampanyekan sepeda sebagai lifestyle agar diminati semua kalangan. Saat ini terdapat dua kelompok pesepeda berdasarkan usia, yakni usia 15 – 50 tahun, dan 60 tahun ke atas.
Luasan geografis Kota Kediri yang hanya 67 kilometer persegi juga memungkinkan orang menjangkau tempat manapun dengan sepeda. Sehingga tak ada alasan untuk tidak menggunakan sepeda sebagai moda transportasi yang murah dan ramah.
Hanya saja harus diakui jika komitmen tersebut kerap terhalang infrastruktur pendukung yang memadai, seperti parkir sepeda. Bahkan saat ini tidak ada tempat kerja, baik swasta maupun pemerintah yang memiliki parkir khusus sepeda. Ini yang menghambat program Bike to Work bisa direalisasikan.
Penulis: HTW
Editor: Afnan S
Comments 1