Selanjutnya, tugas KASN menurut Pasal 31 UU ASN adalah menjaga netralitas pegawai ASN, melakukan pengawasan atas pembinaan profesi ASN dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden. Kemudian, KASN juga berperan dalam melakukan mediasi dan perlindungan bagi ASN dari kepentingan politik Pejabat Pembina Kepegawaian yang marak terjadi di lingkungan pemerintahan, yang mana hal tersebut dapat merugikan posisi ASN sebagai pegawai pemerintah. Dengan posisi strategis tersebut, KASN dapat berpartisipasi aktif dalam agenda reformasi birokrasi, khususnya terkait dengan manajemen ASN. Berdasarkan cakupan netralitas yang terdiri dari tiga aspek yakni: politik, pelayanan publik dan pengambilan keputusan, saat ini aduan pelanggaran yang masuk kebanyakan berasal dari netralitas aspek politik. Agenda politik seperti pemilu daerah maupun nasional sangat rentan terjadi pelanggaran. Jumlah pelanggaran netralitas ASN dalam penyelenggaraan pemilihan umum baik itu pemilihan Kepala Daerah serentak 2018 dan pemilihan anggota Legislatif serta pemilihan Presiden 2019 cukup tinggi, hal ini tercermin dari data pengaduan pelanggaran netralitas pegawai ASN yang telah dilaporkan kepada KASN pada tahun 2019.
Untuk pelanggaran netralitas aspek pelayanan publik, berdasarkan data Ombudsman Republik Indonesia (ORI) tahun 2014-2018 terdapat 3795 laporan. Kasus-kasus yang ditemukan di lapangan berdasarkan laporan yang diterima ORI seputar: penyalahgunaan wewenang, penyimpangan prosedur, tidak memberikan pelayanan, penundaan berlarut, dan diskriminasi dalam memberikan pelayanan. Sementara itu, terkait kasus pelanggaran netralitas dalam aspek pengambilan keputusan berdasarkan data pengaduan yang masuk ke KASN pada tahun 2019 sebanyak 247 pengaduan. Kasus yang masuk berupa: (1) proses promosi, rotasi, nonjob, pengangkatan tidak sesuai aturan; (2) Pengangkatan Jabatan Pimpinan Tinggi tanpa seleksi; (3) seleksi terbuka tetapi bermasalah.
Latar belakang masalah
Para pemangku kepentingan atau mereka yang memiliki kepentingan dengan proses manajemen kepegawaian, menyadari betul bahwa selama ini pengawasan netralitas yang dilakukan KASN belum berjalan optimal. Masih banyak pelanggaran netralitas dilakukan oleh ASN di tingkat pusat maupun daerah. Fenomena ini terjadi karena belum ada pendekatan yang tepat dalam melakukan penindakan. KASN mencoba memformulasikan instrumen survei untuk mengetahui sejauh mana penegakan netralitas pegawai ASN di instansi pemerintah pada level pusat maupun daerah. Instrumen ini sangat penting untuk bisa menghasilkan upaya preventif dalam mencegah terjadinya pelanggaran netralitas pegawai ASN dan perbaikan kualitas reformasi birokrasi secara berkelanjutan. Sehingga berdasarkan data yang ada tentang penyimpangan manajemen ASN tersebut bagaimana peran Komisi Aparatur Sipil Negara sebagai lembaga pengawasan terhadap pelaksanaan manajemen ASN dilapangan. Selanjutnya bagaimana bentuk sanksi yang dihasilkan oleh Komisi ASN sebagai bukti adanya penindakkan terhadap penyimpangan manajemen apartur sipil negara.
PEMBAHASAN
KASN merupakan lembaga nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik untuk menciptakan pegawai ASN yang professional dan berkinerja, memberikan pelayanan secara adil dan netral, serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa.[3] KASN sendiri resmi dibentuk pada bulan Juni 2015. Dalam perspektif teori hukum tata negara, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam kedudukannya sebagai Kementerian, dan Lembaga Administrasi Negara serta Badan Kepegawaian Negara dalam kedudukannya sebagai Lembaga Pemerintah Non kementerian (LPNK) dapat digolongkan sebagai lembaga negara utama (primary constitutional), sedangkan KASN dalam kedudukannya sebagai lembaga negara nonstruktural[4] dapat digolongkan sebagai lembaga negara bantu (state auxiliary organs). KASN dibentuk dalam rangka mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN, serta penerapan Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen ASN.[5] Dalam penempatan posisi jabatan tinggi diinstansi pemerintah, keberadaan KASN juga seharusnya mampu untuk menghilangkan pola pengisian jabatan pimpinan tinggi yang selama ini tidak terlepas dari pola hubungan patron-client/patronase (Patronage)[6].
Harapan terhadap keberadaan KASN tersebut apabila dibandingkan dengan pengaturan mengenai kedudukan, tugas dan kewenangan KASN dirasa masih lemah. Misalnya pengaturan menganai kewenangan pengawasan, yaitu berwenang melakukan pengawasan di tingkat pusat dan di tingkat daerah, akan tetapi pengaturan tentang kedudukan KASN tidak mendukung pelaksanaan wewenang tersebut agar menjangkau baik di tingkat pusat maupun daerah, karena KASN hanya berkedudukan di Ibukota Jakarta.[7] Struktur organisasi tersebut, dirasakan akan menghambat kinerja KASN misalnya dalam melakukan pengawasan pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama di instansi pusat dan instansi daerah mulai dari pembentukan panitia seleksi sampai pada proses seleksi. Hal tersebut akan menjadi tantangan tersendiri bagi KASN karena jabatan pimpinan tinggi pratama merupakan jabatan yang dekat dengan jabatan politik sehingga mau tidak mau akan ada intervensi yang kuat dari pihak-pihak lain untuk mengintervensi pengisian jabatan pimpinan tinggi tersebut. Permasalahan lain sebagai lembaga yang mandiri, KASN tidak mempunyai fungsi regulatif maupun fungsi penghukuman karena fungsinya hanya melakukan pengawasan dan merekomendasikan penjatuhan sanksi. Terkesan bahwa lembaga KASN sendiri fungsinya tumpang tindih atau overlapping dengan lembaga lain yaitu dengan Kementerian PAN dan RB, dengan Pejabat Pembina Kepegawaian (dalam penjatuhan sanksi) atau bahkan dengan keberadaan Ombudsman RI.
Dalam perspektif hukum tata negara dimana Negara merupakan “gezagsorganisatie”, yaitu sebagai organisasi kewibawaan/ organisasi kekuasaan. Sehingga adanya organisasi dalam negara itu merupakan syarat mutlak dan jika negara tak ada organisasinya, maka akan menimbulkan anarchie, yang menurut Jellinek merupakan “Contradictio in objecto”, apabila negara tak memiliki organ-organ jadi tak sesuai dengan sifat hakekatnya. Jadi dalam hal ini, pada organisasi negara sudah menjadi kewajaran kita jumpai adanya organ negara atau alat-alat perlengkapan negara[8].
Keberadaan Komisi ASN merupakan lembaga penunjang negara meningkatkan kualitas Pegawai Negeri. Memaknai pembagian kekuasaan berarti bahwa kekuasaan itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerjasama dan untuk mencegah adanya konsentrasi kekuasaan dibawah satu tangan serta prinsip checks and balances guna mencegah adanya campur tangan antar badan, sehingga lembaga yang satu tidak dapat melaksanakan kewenangan yang dilakukan oleh lembaga lain[9]. Berbeda dengan pendapat dari Asshiddiqie (2007) yang mengatakan kekuasaan selalu harus dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat checks dan balances dalam kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi serta mengendalikan satu sama lain, namun keduanya ada kesamaan, yaitu memungkinkan adanya koordinasi atau kerjasama[10]. Pada hakekatnya pembagian kekuasaan dapat dibagi ke dalam dua cara, yaitu: