Bacaini.ID, KEDIRI – Kwitang yang akhir-akhir ini sering disebut karena imbas kerusuhan demonstrasi di Mako Brimob, Jakarta, ternyata memiliki sejarah panjang.
Kwitang adalah tempat legendaris di pusat Jakarta dan menyimpan nilai sejarah.
Konon, nama jalan ini diambil dari nama seorang pria migran asal Tiongkok, Kwee Tang Kiam. Sumber lain menyebut sebagai Kwik Tang Kiam.
Ia seorang pedagang Tiongkok yang datang ke Batavia pada abad ke-17.
Kwee Tang Kiam adalah pedagang obat, seorang tabib, sekaligus ahli bela diri kuntao, semacam silat dari Tiongkok.
Bisnisnya sukses dan membuat Kwee Tang Kiam kaya raya dan menjadi tuan tanah. Hampir semua tanah yang berada di lingkungan tempat tinggalnya, ia beli.
Dari sinilah orang-orang lokal, Betawi, menyebutnya sebagai ‘kampung Kwitang’.
Perkembangan Kwitang
Kwitang menjadi pusat pencak silat di masanya. Dikutip dari Suara Jakarta, Kwee Tang Kiam memiliki satu orang anak, laki-laki, yang memiliki kebiasaan buruk mabuk-mabukan dan berjudi.
Setelah Kwee Tang Kiam meninggal, anak Kwee Tang menjual tanah dan warisan orangtuanya hingga tak tersisa, pada saudagar keturunan Arab.
Sampai tahun 1960-an Kwitang dikenal sebagai daerah para jawara pencak silat di Jakarta.
Salah satu tokoh pencak silat yang paling dikenal adalah H. Muhammad Djaelani yang lebih dikenal sebagai Mad Djaelani.
Ilmu silatnya, Mustika Kwitang, diwariskan kepada cucunya yang bernama H. Zakaria.
H. Zakaria inilah yang mengembangkan pencak silat sebagai warisan budaya hingga jumlah muridnya mencapai puluhan ribu, dan tersebar bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di manca negara.
Kwitang Pusat Komunitas Arab dan Jejak Sejarah Soekarno
Kwitang selanjutnya menjadi pusat komunitas Arab yang terus mengembangkan daerah tersebut.
Salah satu masjid bersejarah di Jakarta, Al-Riyadh, berada di Kwitang. Lebih dikenal sebagai masjid Kwitang atau masjid Habib Ali.
Masjid ini menjadi pusat wisata religi di wilayah Jakarta. Bukan sekedar tempat ibadah, masjid Kwitang memiliki sejarah panjang.
Didirikan oleh Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi. Masjid bersejarah ini merupakan saksi perjuangan dakwah Habib Ali Kwitang sekitar tahun 1938 di Jakarta.
Berawal dari musala kecil sebagai tempat dakwah, kemudian direnovasi menjadi masjid dengan nama Al-Makmur.
Tahun 1938 renovasi kembali dilakukan hingga di tahun 1962 presiden Soekarno terlibat dalam renovasi tersebut.
Eskalasi politik yang terjadi di masa itu, membuat presiden Soekarno tidak dapat meresmikan berdirinya masjid.
Soekarno mewakilkan kepada salah satu menteri, namun ia yang memberi nama masjid Khuwatul Ummah.
Di era Soeharto, nama masjid diubah oleh Habib Ali agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Akhirnya, tercetuslah nama Al-Riyadh di tahun 1967 dan tetap dipakai hingga kini.
Kwitang Pusat Buku Legendaris
Film populer di tahun 2000-an, Ada Apa Dengan Cinta, berperan besar dalam mengenalkan pada masyarakat Indonesia, kawasan Kwitang sebagai pusat buku bekas legendaris.
Nama Kwitang tidak bisa dipisahkan dari peran penerbit dan toko buku Gunung Agung, yang sebelumnya bernama Thay San Kongsi.
Perusahaan ini didirikan secara resmi di Kwitang pada tahun 1953 oleh H. Masagung.
Lahir pula di Kwitang penerbit buku Kristen pertama dan tertua di Indonesia, yang sekarang bernama BPK Gunung Mulia.
Awalnya, di area tersebut hanya terdapat beberapa lapak buku bekas. Hingga di tahun 90’an ratusan pedagang buku bekas memenuhi kawasan Kwitang hingga ke jalan.
Tempat ini menjadi tujuan utama para pelajar, mahasiswa dan orang-orang yang membutuhkan buku baik baru maupun bekas karena terkenal dengan harga yang relatif lebih murah.
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif