Bacaini.ID, JAKARTA – Indonesia Police Watch (IPW) mengecam keterlibatan anggota Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia (BAIS TNI) yang menangkap dan menganiaya anggota Densus 88 Polri berinisial Briptu F. Polda Metro Jaya didesak melakukan penyidikan atas kasus ini.
Dalam catatan IPW, insiden anggota Densus 88 yang ditangkap oleh personil TNI ini merupakan yang kedua kalinya dalam kurun waktu dua tahun ini. Insiden pertama pada Mei 2024, ketika Brigadir Iqbal Mustofa yang diberitakan sedang membuntuti Jampidsus Febrie Adriansyah ditangkap oleh POM TNI.
“Atas peristiwa pidana yang menimpa Briptu F, maka dibenarkan oleh hukum bila kepolisian dalam hal ini Polda Metro Jaya melakukan penyelidikan dan penyidikan perkara penganiayaan dan penculikan, termasuk di dalamnya melakukan penangkapan terhadap FYH yang terlibat dalam peristiwa pidana tersebut,” kata Sugeng Teguh Santoso, Ketua Indonesia Police Watch dalam siaran pers, Selasa, 6 Agustus 2025.
Ia menegaskan, peristiwa ini seperti mengulang era sebelum berlakunya UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, di mana saat itu Polri berada dibawah institusi TNI (dahulu ABRI).
Padahal sesuai UU Nomor 2 Tahun 2002 saat ini, Polri tidak berada dibawah perintah dan tunduk pada TNI, tetapi di bawah Presiden. Jika terdapat anggota Polri yang diduga melanggar kode etik, disiplin maupun tindakan pidana, akan ditindak oleh Propam melalui proses pidana oleh Polri sendiri.
Sementara berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2025 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, kewenangan TNI tidak termasuk di dalamnya melakukan penindakan terhadap anggota Polri.
Oleh karena itu, dalam insiden Hotel Borobudur 25 juli 2025, tempat di mana anggota Densus 88 ditangkap oleh BAIS TNI, IPW meminta agar insitusi Polri dan TNI menjelaskan dengan terbuka kepada masyarakat.
“Turunnya anggota BAIS TNI menangkap anggota Densus 88 atas permintaam seorang warga sipil inisial FYH adalah peristiwa yang perlu dikritisi. Karena selain BAIS tidak memiliki kewenangan, terdapat kesan institusi TNI digunakan oleh orang sipil menjadi beking,” kata Sugeng Teguh.
Ia juga mengkritisi profesionalisme anggota Densus 88 yang telah dua kali ditangkap oleh BAIS TNI.
“IPW mendorong pihak kepolisian untuk terbuka mempublikasikan apa sebenarnya yang terjadi dalam kasus penangkapan dan penguntitan anggota Densus 88,” pungkasnya.
Penulis: Hari Tri Wasono